TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan reformasi pajak perlu di lakukan agar Indonesia tetap bisa menjaga kemerdekaan dan kedaulatanya.
"Kemerdekaan dan kedaulatan itu hanya bisa dijaga kalau kita punya penerimaan negara," ujar Sri Mulyani dalam peringatan hari pajak di Jakarta, Selasa, 19 Juli 2002.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan reformasi pajak harus terus dilakukan lantaran kebutuhan dari perekonomian yang berubah.
Menurutnya, tantangan Indonesia adalah mendapatkan pengumpulan pajak yang memadai karena tax ratio Indonesia yang masih rendah. Bahkan termasuk yang terendah di antara negara-negara anggota G20 maupun Asean.
Lebih jauh, ia mengatakan Indonesia masih harus mendorong penerimaan pajak sebab kebutuhan pembangunam di negeri ini masih banyak. Seperti di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, termasuk kebutuhan untuk memperbaiki TNI, Polri, dan birokrasi.
"Dana-dana yang dibutuhkan untuk memperbaiki TNI dan Polri kan tidak jatuh dengan sendirinya," kata dia. Ditambah pembangunan fasilitas kesehatan yang selama pandemi ini dananya harus dikumpulkan melalui pajak.
Sri mengungkapkan dalam mereformasi pajak, banyak hal yang harus diperbaiki. Pertama -tama, memperbaiki dari sisi legislasinya. Salah satu contohnya adalah perubahan dalam Undang-undangnya Perpajakan yang mengatur pajak menjadi sistem self assessment.
Ia bercerita, pada zaman reformasi pemerintah harus melakukan perbaikan sistem penerimaan negara karena krisis 1997-1998 menimbulkan biaya yang sangat besar pada APBN. Jadi untuk menyehatkan kembali APBN, kata dia, pajak harus diperbaiki. "Maka saat itu terjadi reformasi jilid satu," ucapnya.
Setelah perbaikan legislasinya, kemudian perbaikan organisasi dan struktur. Pada masa itu, menurut Sri, telah dilakukam revisi Undang-undang PPH, PPN, dan KUP.
"Jadi selalu reformasi itu Undang-undangnya kita ubah, kemudian didalamnya kita perbaiki seperti bisnis modelnya, bisnis prosesnya, SDMnya, dan IT," kata Sri.
Kemudian menurut Sri, akselerasi dari reformasi pajak jilid kedua adalah perubahan digital teknologi yang semakin meluas. Ia berujar semakin lama tantangannya semakin rumit, sehingga untuk bisa mendapatkan hak penerimaan pajakan yang adil, dibutuhkan satu perubahan.
"Ini semua dilakukan oleh seluruh menteri ekonomi di dunia. Saat G20 kemarin, kami merasa perlu memperkuat APBN karena sudah dua tahun terkena pandemi dan ini dampaknya besar," tutur Sri.
Baca Juga: Jokowi Bertemu dengan Bos IMF: Ada Kekhawatiran Rezim Kenaikan Suku Bunga Global
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.