TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto memastikan masyarakat Jasinga, Bogor, tidak akan kehilangan hak kepemilikan tanahnya setelah disita Satuan Tugas Hak tagih BLBI bulan lalu.
“Pegang saja sertifikatnya dan kami akan berkoordinasi dengan Satgas BLBI, kemudian Bapak Bupati dan kantor pertanahan di Bogor bahwa ini adalah perbaikan data,” kata Hadi Tjahjanto saat ditemui di kantor Kementerian ATR/BPN di Jakarta Selatan, Jumat, 8 Juli 2022.
Hadi memastikan masyarakat pemilik 300 sertifikat tanah di Jasinga itu tidak akan dirugikan atau kehilangan hak tanahnya.
Sebelumnya pada Juni, ratusan warga Jasinga, Kabupaten Bogor, kecewa setelah Satuan Tugas Hak tagih BLBI menyita tanah milik mereka. Pasalnya, mereka menyebut lahan-lahan tersebut diberikan langsung oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi beberapa waktu lalu.
Lahan-lahan itu merupakan hasil redistribusi lahan eks HGU PT Cimayak Cileles. Sertifikat Hak Milik atau SHM-nya pun sudah terbit. "Kami Gapoktan selaku penerima redistribusi lahan eks HGU PT Rejo Sari Bumi dan PT Cimayak Cileles resah,” kata salah satu warga, Amirullah, saat dikonfirmasi, Jumat, 24 Juni 2022.
Amirullah menuturkan SHM yang Jokowi berikan langsung kepada masyarakat dikatakan palsu atau tidak sah. “Kami pertanyakan ini, karena yang menyerahkan langsung sertifikat tersebut bapak Presiden waktu itu di Istana Bogor," katanya.
Mengutip pemberitaan resmi Pemkab Bogor, Presiden Joko Widodo atau Jokowi secara virtual membagikan 124.120 sertifikat tanah hasil redistribusi di 26 Provinsi dan 127 Kabupaten/Kota pada Rabu, 22 September 2021. Dari jumlah tersebut, 500 bidang sertifikat tanah redistribusi seluas 42,72 hektare diberikan kepada warga wilayah Kecamatan Jasinga dan Pamijahan, Kabupaten Bogor.
Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional atau BPN Kabupaten Bogor, Yan Septedyas alias Diaz menyebut Surat Hak Milik (SHM) untuk bidang lahan yang diredistribusi oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi kepada warga Jasinga tidaklah palsu tapi bisa disebut tidak sah. Sebab, ada dokumen dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara atau DJKN Kementerian Keuangan yang dipalsukan saat proses pengajuan SHM tersebut.