Adapun program-program pemerintah untuk mendorong masyarakat agar memiliki rumah adalah melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Pemerintah menargetkan 200 ribu unit rumah akan mendapat subsidi FLPP pada tahun ini dengan alokasi anggaran mencapai Rp 19,1 triliun.
Sementara itu sepanjang 2010 hingga semester I-2022, pemerintah telah memberikan subsidi bagi 1,38 juta rumah dengan total pembiayaan APBN mencapai Rp 85,7 triliun. “Ini angka luar biasa besar,” kata Sri Mulyani.
Di sisi lain, Sri melihat masalah papan juga membutuhkan upaya ekstra dari seluruh pemangku kepentingan. Bukan hanya pemerintah, kebijakan ini perlu campur tangan sektor swasta. Musababnya, tutur dia, terdapat backlog hunian hingga 12,75 juta.
Antrean itu tidak sebanding dengan pemenuhan hunian bagi rakyat, yang pada tahun ini saja target pemerintah adalah 1 juta rumah. Sri Mulyani menyebut kondisi tersebut terjadi karena tidak ada titik temu antara penawaran dan permintaan (supply and demand).
Di sisi supply, harga hunian terus meningkat seiring harga tanah yang hampir tidak pernah turun. Pada saat yang sama, harga bahan baku bangunan yang relatif naik. Di sisi permintaan, daya beli masyarakat masih tertekan dan kebutuhan hunian terjangkau menjadi sangat tinggi—menjadi lebih kompleks ketika mengaitkannya dengan infrastruktur pendukung seperti moda transportasi umum.
Sri Mulyani menyebut banyak orang yang membutuhkan rumah, tetapi tidak mampu menjangkaunya. "Indonesia demografinya relatif muda, mereka akan berumah tangga, tetapi mereka can't afford untuk mendapatkan rumah. Purchasing power dibandingkan harga rumah, lebih tinggi (harga rumahnya)," kata Sri Mulyani.
ANTARA | BISNIS
Baca: Sri Mulyani Sebut Anggaran Pemilu 2024 Tiga Provinsi Baru Papua dari APBN
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini