Namun dengan bolong-bolong aturan itu, Bhima tak yakin pemberian subsidi bakal tepat sasaran. "Sangat mungkin yang terjadi justru penggunaan Mypertamina meningkatkan celah untuk menjual kepada pelaku industri atau pihak yang tidak berhak," tuturnya.
Selain ketidaksiapan data yang jadi masalah utama, ia menilai pembatasan subsidi dilakukan saat disparitas harga BBM non subsidi dan subsidi sudah terlampau jauh. Bhima mencontohkan harga Pertamax dan Pertalite kini terpaut lebih dari Rp 4.000 per liter.
Ia menilai waktu ideal membatasi pembelian Pertalite dan Solar Bersubsidi adalah ketika selisih harganya tidak jauh. "Kalau sekarang, pasti banyak yang keberatan karena dipaksa beli Pertamax. Padahal ada 115 juta orang kelas menengah rentan di Indonesia," kata Bhima.
Sebelumnya, PT Pertamina Patra Niaga telah mengumumkan pembelian bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar dengan menggunakan aplikasi atau website MyPertamina akan diberlakukan per 1 Juli 2022.
Hal itu diumumkan lewat laman subsiditepat.my pertamina.id . Kebijakan itu akan diberlakukan di 11 daerah di lima provinsi.
"Untuk kelancaran pendaftaran, kami mengimbau agar pendaftar adalah konsumen yang berada di wilayah implementasi tahap 1 atau yang sering berpergian ke lokasi tahap 1," dikutip dari keterangan pihak Pertamina dilansir dari laman subsiditepat.mypertamina.id, Selasa, 28 Juni 2022.
Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Alfian Nasution sebelumnya menyebutkan tata cara pembelian dengan mendaftar di MyPertamina agar subsidi yang diberikan bisa tepat sasaran. SPBU yang menjual Pertalite dan Solar harus patuh, tepat sasaran, dan tepat kuota dalam menyalurkan BBM yang disubsidi oleh pemerintah.
RIANI SANUSI PUTRI | BISNIS
Baca: Simak 11 Wilayah yang Wajibkan Beli Pertalite Pakai MyPertamina
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.