TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung Sanitiar Burhanudin mengatakan kerugian negara dari kasus korupsi Garuda Indonesia mencapai Rp 8,8 triliun.
"Utamanya haru ini kami mendapatkan penyerahan hasil audit pemeriksaan kerugian negara PT Garuda senilai kalau diindonesiakan Rp 8,8 triliun," kata Burhanudin dalam konferensi pers di Kantor Kejaksaan Agung pada Senin, 27 Juni 2022.
Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh mengatakan kerugian negara ini terhitung dari pengadaan pesawat CRJ-1000 dan pesawat ATR 72-600 sebanyak 23 pesawat. Dia menyebut nilai pengadaan dan operasional armada itu terlalu tinggi.
"Ini pengadaannya yang nilainya terlalu tinggi sehingga pada saat pengoperasiannya itu nilai biaya operasionalnya itu lebih tinggi daripada pendapatannya," kata Ateh pada kesempatan yang sama.
Kerugian tersebut merupakan hitungan untuk pengadaan dan pengoperasian pesawat regional jangka pendek mulai 2011 sampai dengan 2021. Hari ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan mantan Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, menjadi tersangka kasus korupsi.
Emirsyah diduga terlibat kasus korupsi yang berkaitan dengan pengadaan pesawat tersebut. "Kami menetapkan tersangka baru, yaitu ES eks Dirut PT Garuda," kata Burhanudin.
Selain Emirsyah, KPK juga menetapkan tersangka lain, yaitu mantan Direktur Garuda, Mugi Rekso Abadi dan Soetikno Soedarjo. Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir pun turut hadir pada pengumuman penetapan tersangka.
Sebelumnya, Kejaksaan telah mengumumkan tiga tersangka di kasus yang sama. Mereka adalah Vice President Strategic Management Office Garuda Indonesia 2011-2012, Setijo Awibowo; Executive Project Manager Aircraft Delivery PT Garuda Indonesia 2009-2014, Agus Wahjudo; dan VP Vice President Treasury Management PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk periode 2005-2012 Albert Burhan.
Ketiga tersangka dijerat dengan pasal primer Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Subsider Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dugaan korupsi ini berkaitan dengan dugaan tindak pidana rasuah pengadaan 18 unit pesawat Sub 100 seater tipe jet kapasitas 90 seat (tempat duduk) jenis Bombardier CRJ-1000 pada 2011. Baik tahap perencanaan maupun tahap evaluasi, pengadaan ditemukan tidak sesuai dengan prosedur pengelolaan armada Garuda Indonesia.
Dalam tahapan perencanaan oleh Setijo Awibowo, diduga tidak terdapat laporan analisis pasar, laporan rencana rute, laporan analisis kebutuhan pesawat, dan rekomendasi dan persetujuan board of director (BOD). Sementara itu untuk tahap pengadaan pesawat evaluasi, eksekusinya mendahului Rencana Jangka Panjang Perusahaan dan/atau Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan.
Pengadaan pun tidak sesuai dengan konsep bisnis full service airline Garuda. Akibat pengadaan pesawat CRJ-1000 dan pengambilalihan pesawat ATR 72-600 yang tidak sesuai dengan PPA, prinsip-prinsip pengadaan BUMN dan prinsip business judgment rule, performance pesawat selalu mengalami kerugian saat dioperasikan.
HENDARTYO HANGGI | M ROSSENO AJI
Baca juga: Erick Thohir dan Kejagung Umumkan Tersangka Baru Kasus Korupsi Garuda Siang Ini
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini