TEMPO.CO, Jakarta - PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) memperkirakan permintaan mobil dan motor listrik masing-masing bakal tembus di angka 400.000 unit dan 1,2 juta unit atau tumbuh sampai 4 kali lipat pada 2025.
Sementara itu, IBC belakangan masih mencari investor prospektif untuk membangun industri pembentuk komponen sel baterai yang belum dapat diproduksi di dalam negeri seperti anoda, elektrolit, selubung, dan separator.
SVP Corporate Strategy & Business Development Indonesia Battery Corporation (IBC) Adhietya Saputra mengatakan pasar baterai kendaraan listrik bakal tumbuh signifikan seiring dengan proyeksi peningkatan permintaan mobil dan motor listrik hingga 2025 mendatang.
Berdasarkan proyeksi IBC, kebutuhan daya dari baterai listrik secara global mencapai 1.600 Giga Watt hour (GWh) sementara permintaan domestik diperkirakan sekitar 60 GWh pada 2030.
“Adapun, IBC turut menargetkan ekspor baterai listrik mencapai 200 GWh untuk memenuhi kebutuhan dunia yang diperkirakan total permintaannya mencapai 1.600 GWh pada 2030 mendatang,” kata Adhietya dalam acara Closing Bell CNBC Indonesia dikutip Minggu 12 Juni 2022.
Hanya saja, Adhietya menuturkan hampir 50 persen beban ongkos pengerjaan sel baterai belum dapat diproduksi di dalam negeri. Keadaan itu dikhawatirkan dapat menyebabkan target pemenuhan daya dari baterai listrik itu tidak dapat memenuhi permintaan kendaraan listrik ke depan.
Adhietya berharap produksi sejumlah komponen pembentuk sel baterai itu dapat ikut diproduksi di dalam negeri untuk mengurangi beban ongkos dan mengoptimalkan margin produksi.
Adapun perusahaan patungan IBC bersama dengan PT Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co, Ltd (CBL) dan LG Energy Solution (LGES) baru dapat mengerjakan hasil penambangan bijih nikel lewat teknologi HPAL dan RKEF. Setelah itu bijih nikel diolah menjadi kimia baterai dan katoda yang belakangan dibentuk ke dalam sel baterai.
Jepang, Cina, Eropa Minati Investasi