TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi mengatakan travel gelap masih memiliki banyak peminat. Menurut dia, peminat travel gelap adalah mayoritas masyarakat dari daerah pelosok yang tidak terjangkau angkutan umum.
Kemudahan yang ditawarkan seperti penjemputan secara door to door menjadi daya tarik travel gelap ini. Karena itu Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sedang merancang program pengalihan fungsi travel gelap menjadi feeder atau angkutan penghubung dari daerah perkampungan ke terminal.
"Di Purwokerto dan Banyumas, saya sedang melakukan pilot project. Taksi gelap atau travel gelap ini kami respon sebagai feeder untuk bus AKAP (antarkota antarprovinsi) di terminal," ujar Budi di kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta pada Selasa 31 Mei 2022.
Menurut Budi, sebenarnya travel gelap ini memiliki tarif yang lebih mahal dibandingkan travel ilegal. Dengan kendaraan yang relatif lebih kecil itu, penumpang harus berdesakan bersama lima sampai empat penumpang ditambah barang-barang yang bertumpuk.
Keselamatan pun, kata Budi, tidak terjamin karena tidak melalui proses pengecekan yang resmi seperti travel atau taksi ilegal. "Ya potensi kecelakaan bisa terjadi," kata dia.
Ia mengatakan, Kemenhub baru secara serius memperhatikan persoalan travel gelap ini satu tahun terakhir. Namun menurutnya, jumlah travel gelap saat ini sudah berkurang akibat kompetisi yang ketat antara pelaku usaha travel.
Budi mengaku sempat melakukan observasi sederhana. Ia melihat pada Sabtu dan Minggu jumlah travel gelap di satu kabupaten bisa mencapai 100 kendaraan. "Tetapi, hari biasa hanya berkisar 50 sampai 70 kendaraan," tuturnya.
Baca juga: Mudik 2022, Kemenhub Ingatkan Bahaya Travel Gelap: Tak Ada Asuransi, Supir ...