Setiap eksportir diwajibkan mengalokasikan minyak untuk dijual di dalam negeri sebesar 20 persen. Jika belum memenuhi ketentuan itu, pengusaha tidak mendapatkan izin ekspor. Kebijakan DMO pun sempat ditingkatkan menjadi 30 persen.
Bukannya menjadi jalan keluar, DMO malah menemui jalan buntu—menurut Dahlan. Para eksportir protes keras karena DMO. Mereka tidak mau ada DMO, terutama yang tidak punya kebun sawit. Sebab untuk memenuhi DMO, pengusaha harus membeli sawit dari rakyat. Padahal, harga di tingkat kebun sudah mahal. Akhirnya, kata Dahlan, DMO itu hanya berumur 45 hari.
“Menteri Perdagangan mencabutnya 17 Maret lalu . Pemerintah tidak punya lagi instrumen DMO sawit. Yang ada tinggal HET –harga eceran tertinggi. Akibatnya, harga minyak goreng pun seperti yang digambarkan di lagu Iwan Fals itu,” kata Dahlan.
Kebijakan 45 hari ini pun, ucap dia, menghasilkan empat tersangka yang tiga di antaranya menjabat sebagai manajemen pelaksana sehari-hari di perusahaan swasta. Artinya bukan direksi, bahkan pemilik, yang dijerat. Dahlan mengatakan penetapan tersangka itu berpotensi lebih banyak jumlahnya.
“Jadi kenapa minyak goreng langka? Yang bisa jawab Iwan Fals,” katanya.
Dia pun mengakhiri catatannya dengan lirik milik penyanyi kawakan tersebut. Berikut sebagian penggalannya.
Lalu kenapa hilang dan menghilang?
Dasar mafia, masa bodoh orang susah
Mungkin mafia dan aparat ada main?
Pura-pura hilang tapi diumpetin
Kok susah amat memberantasnya?
Baca: Kasus Minyak Goreng, Sultan Hamengkubuwono X: Kepentingan Sendirinya Luar Biasa
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.