TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) Dwiyana Slamet mengatakan perusahaan melakukan berbagai upaya untuk menekan pembengkakan biaya proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Berdasarkan hasil kajian KCIC, megaproyek ini mengalami pembengkakan biaya atau cost overrun US$ 1,675 miliar atau setara dengan Rp 24 triliun.
“Kami melakukan perubahan desain, value engineering, kemudian mengajukan proposal lebih awal terhadap pekerjaan yang masih akan datang. Jadi beberapa item yang bisa kami pangkas ya kami pangkas,” ujar Dwiyana saat ditemui di Kabupaten Bandung, Kamis, 20 April 2022.
KCIC melakukan renegosiasi dengan para kontraktor untuk menurunkan ongkos persiapan operasi dan perawatan. Beberapa komponen persiapan operasi yang menyebabkan pembengkakan berhasil diturunkan dari semula US$ 153 juta menjadi US$ 70 juta atau separuhnya.
“Seperti ini kami lakukan terus dan ada banyak lagi,” katanya. Selain itu, KCIC meminta PT Kereta Api Indonesia (Persero) memberikan bantuan tenaga berpengalaman untuk pra-pengoperasian sepur kilat.
Kereta cepat, kata Dwiyana, membutuhkan sumber daya manusia (SDM) masinis yang memiliki pengalaman mengoperasikan kereta dengan jarak tempuh 100 ribu kilometer. “Kalau enggak dari KAI, mana bisa. Kan operator kereta terbatas. KAI, LRT, dan MRT. KAI leading sponsor kita,” ucap dia.
Dengan cara tersebut, kata Dwiyana, proses pendidikan masinis yang seharusnya 18 bulan dapat diperpendek menjadi tujuh bulan. Walhasil, biaya pendidikan akan lebih murah dan lokasi training pun dapat dipindahkan dari Cina ke Indonesia.
“Juga menggunakan online untuk materi training kelas. Seperti itu lah yang kami lakukan,” tuturnya.
Kereta cepat Jakarta Bandung ditargetkan beroperasi pada pertengahan 2023. Seluruh fasilitas, menurut Dwiyana, akan siap pada Januari 2023. Sebelum beroperasi secara komersial, kereta cepat akan menjalani uji dinamis.
Baca Juga: RI Akan Negosiasi dengan Cina Soal Pembengkakan Biaya Kereta Cepat Rp 24 T