“Latar belakang investor minoritas masuk menjadi pemegang saham, merupakan keputusan dari masing-masing investor. Maka kami tidak bisa berkomentar lebih lanjut terkait dengan keputusan investor,” kata Tjit kepada Tempo.
Lalu, sebesar apa campur tangan investor asing terhadap pengambilan keputusan?
Tjit menjelaskan, sesuai dengan peraturan regulator, seluruh investor, baik asing dan dalam negeri, memiliki hak suara dalam pengambilan keputusan di Rapat Umum Pemegang Saham. Ia pun menegaskan pemegang saham pengendali dari Bank Jago merupakan investor lokal.
Menurut Tjit, dengan masuknya investor asing sebagai pemegang saham Bank Jago, ini merupakan bentuk kepercayaan terhadap prospek dan kinerja Bank Jago. Kehadiran investor, baik asing dan dalam negeri, juga bakal memberikan kontribusi positif terhadap pengembangan industri perbankan nasional yang merupakan industri padat modal.
“Investor asing itu, tidak hanya berinvestasi di bank berbasis teknologi, namun juga ada di perbankan umumnya (konvensional) dan sektor-sektor ekonomi lainnya di Indonesia. Kami melihat kehadiran investor tentu memberikan kontribusi positif terhadap pengembangan industri perbankan nasional dan juga perekonomian nasional secara umum,” kata Tjit.
Selain Bank Jago, bank digital lainnya, yakni Bank Neo Commerce juga mengundang masuknya investor asing dengan melakukan IPO pada 13 Januari 2015. Dikutip dari bankneocommerce.co.id, pada 2019, Akulaku Silvrr Indonesia telah resmi sebagai pemegang saham baru di Bank Neo Commerce melalui Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD). Salah satu pemilik Akulaku adalah investor asal Cina.
Deputi Direktur Basel dan Perbankan Internasional, Pelaksana Tugas Deputi Direktur Arsitektur Perbankan Indonesia Otoritas Jasa Keuangan atau OJK, Tony, menanggapi soal keberadaan investor asing di bank-bank digital di Indonesia.
Menurut Tony, masuknya perusahaan-perusahaan investasi raksasa ke bank-bank digital Indonesia, seperti induknya Gojek dan Sophee - lalu para investor raksasa tersebut mendapatkan kue keuntungan yang lebih besar, itu terjadi karena memang bagian dari teori ekonomi dan hal yang biasa dalam bisnis.
Gambaran sederhananya, ketika Sergey Brin mendirikan Google pada 1998. Saat itu, Google masih kecil sehingga tidak ada yang mau membeli perusahaan itu, termasuk Yahoo. Sekarang, Yahoo malah tenggelam.
Seiring berjalannya waktu, Google pada akhirnya mendulang sukses karena melakuan investasi yang tidak murah, bahkan untuk bisa impas pun membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Mereka lalu berinvestasi ke Google Cloud, yang juga tidak murah.