TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan tak menampik adanya kemungkinan migrasi atau perpindahan kelas konsumen Pertamax ke Pertalite setelah harga jual bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi naik. Para konsumen Pertamax bakal mencari alternatif bahan bakar yang lebih murah.
“Saya melihat migrasi ini berada di (kisaran) 20-25 persen dari pengguna Pertamax,” ujar Mamit saat dihubungi pada Ahad, 3 April 2022.
Meski demikian, Mamit memprediksi gelombang migrasi pengguna BBM tak akan mencapai separuh dari total angka konsumen Pertamax. Musababnya, pengguna BBM RON 92 itu sudah memiliki segmentasi pasarnya, yakni golongan menengah ke atas yang paham akan manfaat dari pemakaian Pertamax.
Konsumen kelas tersebut, Mamit melanjutkan, memiliki pemahaman bahwa perpindahan konsumsi bahan bakar ke RON yang lebih rendah akan berisiko terhadap stamina mesin kendaraan. Di sisi lain, migrasi BBM disinyalir tidak akan lebih besar dari 25 persen karena kenaikan harga Pertamax masih jauh di bawah harga keekonomiannya.
Saat ini harga keekonomian BBM ialah Rp 16 ribu per liter. Sedangkan PT Pertamina (Persero) masih menjualnya di batas harga Rp 12.500. “Kita masih disubsidi oleh Pertamina karena selisihnya masih cukup besar. Hal ini seharusnya dipahami oleh masyarakat,” ucap dia.
Adapun untuk mengatasi tirisnya stok Pertalite karena permintaan meningkat akibat perpindahan konsumen BBM, Mamit mengatakan Pertamina perlu menjalankan berbagai strategi. Misalnya, melakukan distribusi silang di daerah dengan peningkatan penggunaan Pertalite terbesar.