TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia atau APPSI, Sudaryono, menyayangkan penerapan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng yang dijual kepada masyarakat tidak adil dan merata.
Ketidakadilan berawal dari adanya kebijakan atas minyak goreng yang hanya untuk dijual di retail modern, sementara di pasar rakyat tidak jelas kebijakannya. “Kami telah mengirim surat terbuka kepada Presiden," kata Ketua Umum APPSI Sudaryono dalam Press Conference di Gedung Tribrata Darmawangsah, Jakarta Selatan, Kamis, 10 Maret 2022.
APPSI menganggap pemerintah memprioritaskan dan mendahulukan distribusi minyak goreng bersubsidi di retail modern. "Bagi pedagang di pasar rakyat atau tradisional jelas tidak adil," ucapnya.
Surat terbuka kepada Presiden Republik Indonesia yang juga ditembuskan kepada beberapa instansi terkait dibuat karena menganggap efek dari implementasi HET minyak goreng yang buruk. Akibatnya, banyak pelanggan pasar rakyat yang akhirnya belanja di retail modern.
Menurut Sudaryono, hal ini tentu menguntungkan peretail modern dan merugikan pedagang pasar rakyat. "Pedagang pasar beranggapan pemerintah cenderung lebih berpihak kepada retail modern dibanding dengan pedagang pasar rakyat,” kata Sudaryono.
Sudaryono menyampaikan bahwa pada saat kebijakan diberlakukan, stok minyak goreng pedagang pasar masih banyak dan tidak laku dijual karena belanja sebelumnya sudah di harga Rp 17.000 sampai dengan Rp 19.000 per liter. Harga jualnya masih Rp19.000 hingga Rp 21.000 per liter.
“Kami pedagang pasar rakyat ini selalu menjadi pihak yang dipersalahkan setiap kali ada kenaikan harga komoditi, sementara ketika ada program subsidi dari pemerintah, tidak dilibatkan secara aktif dari sejak awal,” ucap Sudaryono.
Ketua Umum APPSI itu mengatakan pelibatan pedagang pasar rakyat atau tradisional dalam penjualan minyak goreng dan komoditi penting lainnya akan membantu percepatan pemulihan ekonomi nasional sesuai program Presiden.