TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak dunia kembali melejit pada akhir perdagangan Senin atau Selasa pagi WIB.
Harga komoditas itu melonjak hingga menembus rekor tertinggi sejak 2008 lalu karena Amerika Serikat dan sekutu Eropa tengah membahas larangan impor minyak Rusia. Sedangkan kemungkinan pasokan minyak Iran kembali ke pasar global semakin kecil karena kesepakatan nuklir tak kunjung diketok.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Mei naik US$ 5,1 atau sekitar 4,3 persen menjadi US$ 123,21 per barel di London ICE Futures Exchange. Harga komoditas itu sebelumnya sempat mencapai tertinggi US$ 139,13 per barel.
Adapun harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman April naik US$ 3,72 atau 3,2 persen menjadi US$ 119,4 per barel di New York Mercantile Exchange, atau tertinggi sejak September 2008. Sebelumnya, harga minyak WTI sempat diperdagangkan di level US$ 130,5 per barel.
Analis energi di Commerzbank Research, Carsten Fritsch, menilai lonjakan harga tersebut dipicu oleh fakta bahwa Barat sedang mempertimbangkan untuk melarang impor minyak Rusia sebagai tanggapan atas perang di Ukraina.
Sementara itu, Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates di Houston, menyatakan, kenaikan harga minyak dunia memberikan gambaran lebih besar bahwa gangguan pasokan komoditas itu semakin parah. "Tidak ada yang ingin menyentuh apa pun yang berhubungan dengan Rusia," ucapnya.
Sejak awal tahun 2022 ini, terpantau harga minyak global telah melonjak sekitar 60 persen. Hal tersebut semakin meningkatkan kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi global dan stagflasi. Sebelumnya, Cina sebagai ekonomi nomor dua dunia telah menargetkan pertumbuhan yang lebih lambat sebesar 5,5 persen tahun ini.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada Ahad pekan lalu mengatakan Amerika Serikat dan sekutu Eropa sedang menjajaki pelarangan impor minyak Rusia. Gedung Putih kemarin menyebutkan, Presiden Joe Biden belum membuat keputusan tentang larangan impor minyak Rusia.