TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan saat ini peserta program jaminan sosial kesehatan itu telah mencapai 236 juta. Jumlah itu, kata dia, setara dengan sekitar 86 persen dari total penduduk Indonesia.
"Jadi 98 persen di 2024, itu tinggal 12 persen," kata Ghufron dalam diskusi virtual Kamis, 24 Februari 2022.
Dia mengatakan, BPJS Kesehatan terus berupaya untuk meningkatkan jumlah peserta. Upaya itu antara lain sosialisasi melalui berbagai media, media sosial, diskusi publik, dan kerja sama dengan berbagai pihak termasuk juga BPJS seluruh Indonesia mendekati berbagai, lembaga/kementerian serta pemerintah daerah.
Instruksi terbaru Presiden Joko Widodo atau Jokowi, kata dia, juga merupakan upaya menambah kepesertaan. "Yang sangat strategis dan penting untuk mengingatkan agar masyarakat tidak lupa, bahwa kepersertaan BPJS Kesehatan itu sifatnya wajib," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Program Jaminan Kesehatan (JKN). Beleid yang berlaku pada 1 Maret 2022 itu mengatur tanda kepesertaan BPJS Kesehatan menjadi syarat bagi masyarakat untuk melakukan transaksi jual-beli tanah dan bangunan, membuat surat izin mengemudi (SIM), membuat surat tanda nomor kendaraan (STNK), sampai surat keterangan catatan kepolisian (SKCK).
Bahkan, tanda kepesertaan BPJS Kesehatan akan menjadi syarat pelaksanaan ibadah haji dan umrah hingga kegiatan pendidikan. Tulus melihat aturan itu seharusnya dibatalkan karena merenggut hak publik untuk mengakses layanan umum.
Ghufron mengatakan tidak benar bila Inpres itu menyusahkan masyarakat. Karena kata dia, saat ini peserta sudah banyak dan mudah mengecek keaktifan.
"Sekarang ini untuk mengecek keaktifan dengan mobile JKN itu perlu waktu kurang dari 5 menit, bahkan mencetak kartu BPJS kurang dari 5 menit," kata dia.
Baca Juga: Klaim Keuangan Sehat, BPJS Kesehatan Bantah Paksaan untuk Kumpulkan Uang