TEMPO.CO, Jakarta -Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) Mirah Sumirat meminta Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah berhenti membangun opini yang diklaim menyesatkan publik. Dia kecewa karena adanya rilis yang beredar dari Kemenaker yang dinilai tidak jujur.
Dia mempersoalkan terkait hasil pertemuan para buruh dengan Ida Fauziyah saat aksi 16 Februari 2022 mengenai pemahaman Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022.
“Saya tegaskan bahwa apa yang disampaikan Menteri Ketenagakerjaan dalam rilis Biro Humas Kemenaker, adalah tidak jujur dan cenderung menyesatkan,” kata Mirah dalam keterangan tertulisnya pada Kamis, 17 Februari 2022.
Pernyataan yang dipermasalahkan antara lain pertama, Menaker menyatakan setelah pekerja memiliki Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), pekerja mengembalikan hakikat JHT sebagai jaminan sosial hari tua. Mirah menegaskan opini yang dibentuk pemerintah menyesatkan karena tidak jujur dan mengaburkan filosofi dasar tentang kepesertaan JHT.
Menurutnya hakikat JHT sebagai jaminan sosial hari tua bisa dibenarkan dengan catatan pekerjanya masih menjadi bekerja dan membayar iuran sesuai ketentuan Undang-Undang. Sedangkan pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) atau mengundurkan diri, tidak lagi masuk kategori peserta.
Sehingga Mirah mengatakan tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menahan dana milik pekerja yang sudah tidak lagi menjadi peserta. Dia juga meminta pemerintah memberikan kebebasan kepada mantan peserta BPJS Ketenagakerjaan untuk mencairkan JHT-nya.
Kedua, isi rilis Biro Humas Kemenaker yang tertulis 'Mendengar penjelasan Menaker, Ida Fauziyah, pimpinan SP/SB cukup memahami namun juga menyampaikan beberapa aspirasi terkait dengan hadirnya Permenaker 02/2022’. Mirah menegaskan bahwa pertemuan yang terjadi saat itu justru tidak sesuai dengan rilis yang disebarkan.
Dia mengatakan seluruh perwakilan serikat pekerja tetap menolak dan menuntut pembatalan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022.
“Seluruh perwakilan serikat pekerja, tetap menyatakan menolak dan menuntut pembatalan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022, dengan berbagai argumentasi. Jangan kemudian Pemerintah melakukan framing dengan mengatakan bahwa pimpinan SP/SB cukup memahami,” ujar Mirah.
Ketiga, rilis Biro Humas Kemnaker menuliskan pernyataan Presiden Aspek Indonesia disebut memberi apresiasi atas sikap Menaker yang menerima KSPI. Padahal dalam pertemuan itu banyak hal yang diutarakan Mirah untuk menolak peraturan terbaru soal JHT tersebut.
Ada pun tiga hal yang disampaikannya saat itu dan telah diintisarikan Tempo:
- Permenaker terbaru dianggap bertentangan dengan UU Sistem Jaminan Sosial (SJSN) Pasal 1 Ayat 8, 9 dan 10. Sehingga tidak ada alasan pemerintah menahan dana milik pekerja yang sudah tidak menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
- Situasi dan kondisi saat ini sulit bagi buruh. Sejak pandemi Covid-19 pada pertengahan 2020 banyaka pekerja terkena PHK masal dan tidak mendapat pesangon. Dana JHT menjadi harapan terakhir agar bisa diambil sebagai penyambung hidup.
- Meminta Menaker mencabut Permenaker Nomor 2 Tahun 2022.
Mirah mengatakan saat akhir pertemuan tersebut Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Ramidi mewakili buruh atau pekerja yang hadir saat itu menyampaikan KSPI tegas menolak permintaan Menaker yang akan melakukan evaluasi implementasi Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 dalam waktu 3 (tiga) bulan.
Dia menyampaikan juga KSPI memberi waktu tenggat dua minggu untuk mencabut peraturan terbaru tersebut. Apabila setelah dua minggu tidak ada perubahan, maka aksi akan terus dilakukan dan berbagai bentuk perlawanan akan ditempuh.