TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Indah Anggoro Putri menjelaskan, program Jaminan Hari Tua (JHT) dibuat berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib yang bertujuan untuk menjamin peserta.
Penerimaan uang peserta, kata Indah, diberikan ketika memasuki masa pensiun, cacat total tetap, atau meninggal dunia. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).
Ia mengatakan prinsip tabungan wajib yang dimaksud adalah bahwa manfaat JHT berasal dari akumulasi iuran dan hasil pengembangannya. “Dengan dasar tujuan dan prinsip tersebut, maka program JHT merupakan program perlindungan untuk jangka panjang,” kata Indah dalam siaran pers pada Sabtu, 12 Februari 2022.
Namun meskipun UU SJSN bertujuan melindungi di hari tua, cacat total tetap, atau meninggal dunia, menurut Indah, beleid itu juga memberi peluang. Ketika peserta membutuhkan, maka peserta bisa mengajukan klaim sebagian dari manfaat JHT.
Lalu Indah menjelaskan pada Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015, klaim terhadap sebagian manfaat JHT dapat dilakukan jika peserta sudah mempunyai masa kepesertaan paling sedikit 10 tahun dalam program JHT.
Besaran manfaat dari JHT yang bisa diambil pun 30 persen untuk kepemilikan rumah atau 10 persen manfaat JHT untuk keperluan lain sebagai persiapan masa pensiun. PP itu menetapkan masa pensiun adalah usia 56 tahun.
“Skema ini untuk memberikan pelindungan agar saat hari tuanya nanti pekerja masih mempunyai dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi kalau diambil semuanya dalam waktu tertentu, maka tujuan dan perlindungan tersebut tidak akan tercapai,” tuturnya.