Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mempertanyakan implementasi pemasaran harga minyak goreng yang sesuai dengan regulasi yang ditentukan pemerintah.
“Justru yang lebih penting itu adalah bagaimana pemasaran harga minyak goreng ini sesuai dengan regulasi yang ditentukan pemerintah karena kondisi masyarakat yang harus distabilkan, panic buying harus diturunkan,” katanya.
Selain panic buying, risiko penimbunan harus diturunkan. Menurutnya, keluhan-keluhan masyarakat terkait susahnya mendapatkan pasokan juga harus dijawab oleh pihak terkait.
“Saya melihatnya, apakah bisa dibuat semacam opsi yang bisa menangani aduan masyarakat dalam mendapatkan minyak goreng. Saya sepakat ini bukan isu kelangkaan karena kelangkaan itu, ya minyak goreng tidak bisa ditemukan di mana-mana,” katanya.
Menurutnya, konsumen yang susah mendapatkan minyak goreng disebabkan adanya panic buying dan penimbunan. Oleh karena itu, pihaknya turut mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan hal tersebut.
Yeka Hendra Fatika pun mencontohkan kelangkaan minyak goreng yang terjadi di Sleman, Yogyakarta. Konsumen mengalami kesulitan mendapatkan harga minyak goreng sesuai HET, tetapi justru mendapatkan minyak goreng seharga Rp 21 ribu.
“Bukan minyak gorengnya yang tidak ada tapi yang Rp 14 ribu yang tidak ada,” katanya.
Oleh karena itu, ia menegaskan yang perlu digelontorkan adalah cara memasok minyak goreng yang sesuai kebijakan.
MUTIA YUANTISYA
BACA: Pimpin Gugus Tugas Digitalisasi B20 2022, Berikut Rencana Kerja PT Telkom
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.