Ibrahim melihat adanya panic selling dari investor di Eropa dan Amerika karena menunggu kenaikan suku bunga oleh The Fed. “Ini efek kenaikan dari suku bunga, jadi pada saat Maret The Fed menaikkan suku bunga, akan menuju harga paling rendahnya,” tutur Ibrahim.
Secara bersamaan Produk Domestik Bruto Amerika Serikat terlihat cukup bagus, lalu Ibrahim mengindikasikan bahwa kenaikan suku bunga akan lebih tinggi. Indikasi tersebut menurutnya juga berdampak pada saham, valuta asing, dan kripto.
Kemudian Rusia sebagai negara penambang kripto terbesar ketiga di dunia, pemerintahnya melarang keberadaan aset digital tersebut. Tetapi kementerian keuangan membantah, kripto tetap boleh diperdagangkan.
Menurut Ibrahim, sikap dari kementerian keuangan Rusia memberikan sentimen positif terhadap harga. Sehingga penambang atau investor di sana diberi ruang untuk pasar aset kripto.
Sama seperti keadaan di Indonesia, kripto tidak diakui juga sebagai mata uang di Rusia. Namun investor diperbolehkan untuk berinvestasi asalkan membayar pajak.
Meninjau kondisi dalam negeri, fatwa haram dari organisasi massa beberapa waktu lalu menyumbang sentimen negatif terhadap aset kripto. Menurut Ibrahim, ada ketakutan dari pihak yang mengharamkan karena masyarakat tidak mengikuti arahan Bank Indonesia.