Ekonom Faisal Basri dan sejumlah tokoh sebelumnya mempertimbangkan untuk menggugat UU IKN. Namun sebelum melakukan gugatan, mereka membuat petisi yang meminta Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin meneken pakta integritas proyek pemindahan ibu kota.
Petisi ini menganggap pakta ini penting jika di kemudian hari Jokowi dan pemerintahannya gagal melanjutkan proyek raksasa itu dan mau bertanggung jawab. “Jika petisi ini nanti kemudian ditandatangani banyak orang, maka bisa menjadi masukan untuk kami judicial review,” kata Faisal Basri dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan Indonesia Corruption Watch, 21 Januari 2021.
Petisi tersebut digagas oleh planolog yang juga mantan jurnalis, Jilal Mardhani; guru besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra; ekonom Faisal Basri; dan akademis di bidang kebijakan publik, Agus Pambagio. Hingga hari ini, petisi yang terbit di laman change.org ini sudah diteken sekitar 800 orang.
Dalam petisi itu, Faisal menyebut pemerintahan Jokowi sembrono dan tergesa-gesa mengambil kesimpulan pemindahan IKN. Sehingga, pakta integritas menjadi penting layaknya dokumen yang diteken pengambil kebijakan dan pihak yang terkait sebelum mengambil keputusan pelaksaan suatu proyek agar bebas korupsi.
“Jika karena satu dan lain hal, pelaksanaannya kelak dihentikan, terpaksa berhenti, atau tak mampu dilanjutkan lagi, maka bersedia untuk mengakuinya sebagai kekonyolan yang pernah dilakukan karena tak bersedia mendengar pendapat lain yang bertentangan,” demikian bunyi petisi itu. Petisi pertama muncul di laman Change.org.
Selain Faisal Basri, yang mulai mengemukakan niatnya untuk menggugat beleid ini ke Mahkamah Konstitusi adalah Din Syamsuddin. Dia pernah mengutarakan keinginannya menggugat beleid ini. Ia menilai pemindahan ibu kota tidak tepat karena anggarannya menggunakan anggaran pemulihan ekonomi karena pandemi.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | INDRI MAULIDAR
BACA: Bappenas: Hanya 20 Persen Lahan IKN yang Akan Dijadikan Area Pembangunan