TEMPO.CO, Jakarta -Perusahaan layanan profesional terkemuka yang memiliki spesialisasi dalam manajemen real estate dan investasi, JLL mengatakan dampak negatif pandemi sepanjang 2021 untuk sektor perkantoran menyebabkan tingkat hunian tertekan hingga 73 persen untuk kawasan Central Business District (CBD) dan 74 persen untuk kawasan Non-CBD.
“Beberapa gedung yang diperkirakan selesai dibangun mengalami penundaan, sehingga hanya ada tambahan 76 ribu meter persegi untuk kawasan CBD dan 38 ribu meter persegi di kawasan Non-CBD,” kata Head of Research JLL Yunus Karim pada Rabu, 26 Januari 2022.
Menurut Yunus, permintaan hunian di 2021 didorong oleh para peritel yang melakukan ekspansi di pusat perbelanjaan yang baru mulai beroperasi.“Industri makanan dan minuman masih menjadi penyewa yang paling aktif dalam melakukan ekspansi, diikuti oleh penyewa fast fashion,” katanya.
Yunus mengatakan tingkat hunian pusat perbelanjaan relatif stabil meskipun terdapat pasokan baru. Pasokan pusat perbelanjaan baru diperkirakan bertambah lebih kurang 150 ribu meter persegi pada 2022.
“Secara umum, penjualan kondominium masih terpantau lemah di sepanjang 2021, terutama untuk proyek kelas atas. Kondisi pasar yang belum pulih juga ditandai dengan minimnya pasokan kondominium baru yang diluncurkan pada tahun ini,” ucapnya.
Dia menyebutkan, pengembang masih fokus terhadap aktivitas penjualan proyek eksisting dengan melanjutkan kegiatan promosi untuk menarik konsumen.
Sementara itu, menurut Head of Office Leasing JLL Angela Wibawa, aktivitas di triwulan keempat terlihat mengalami sedikit peningkatan yang didominasi oleh sektor teknologi. Akan tetapi, banyaknya jumlah pasokan ruang perkantoran yang tersedia dan terbatasnya permintaan membuat harga sewa tetap tertekan.
“Para perusahaan masih melakukan upaya untuk meminimalisasi biaya dan tren pengurangan luas perkantoran juga masih terjadi. Secara umum, tingkat hunian gedung perkantoran Grade A masih tertekan di angka 66 persen,” katanya.
Terkait rumah tapak, Head of Advisory JLL Vivin Harsanto mengatakan bahwa minat pasar terhadap rumah tapak terbukti masih cukup tinggi, terlihat dari respon positif pasar terhadap produk-produk baru yang diluncurkan oleh pengembang.
Menurutnya, program pemerintah seperti insentif PPN dan relaksasi LTV disertai dengan berbagai promosi dan penawaran cara pembayaran yang fleksibel oleh pengembang juga mendorong tingginya penjualan rumah tapak.
“Beberapa kawasan perumahan yang sebelumnya tidak aktif pun ikut berkontribusi dalam memasarkan produk-produk mereka. Kawasan perumahan dengan fasilitas lengkap dan sudah berkembang menjadi daya tarik pembeli,” katanya.
Vivin mengatakan, kelanjutan insentif PPN untuk pasar properti diharapkan dapat meningkatkan sentimen positif di sektor perumahan.
Baca Juga: Ma'ruf Amin Minta Hunian untuk Korban Erupsi Semeru Ada Sebelum Lebaran