Insiden tumpahan minyak mentah yang diikuti dengan kebakaran terjadi pada Sabtu, 31 Maret 2018. Insiden tersebut mengakibatkan lima orang tewas. Pipa yang menghubungkan Terminal Crude Lawe-lawe dengan Kilang Balikpapan, milik Pertamina diketahui patah.
Usai kejadian, Pertamina mengumumkan bahwa mereka siap menggugat pemilik serta operator kapal kargo MV Ever Judger yang diduga merusak pipa kilang di Teluk Balikpapan, yang menyebabkan tumpahnya minyak tersebut. Saat itu, Otto Hasibuan, berujar bahwa Kapal MV Ever Judger diduga merusak pipa tersebut secara sengaja dengan menariknya menggunakan jangkar.
Dalam kejadian ini, kata Otto, Tergugat 1 yang merupakan nahkoda kapal menjatuhkan (labuh) jangkar (drop anchor) di zona terbatas sampai dengan zona terlarang. Hal ini menyebabkan pipa bawah laut milik Pertamina putus atau rusak. Sehingga, minyak mentah yang berada di dalam pipa juga keluar dan menyebabkan tumpahan minyak di laut.
Akibatnya, pipa bergeser dari posisi awal sejauh 120 meter dan mengalami patah hingga minyak tumpah. “Dengan kejadian ini, Pertamina sebagai perusahaan yang profesional karena di sana ada saham negara, tentunya bertanggung jawab untuk melakukan upaya hukum,” kata Otto pada 26 April 2018.
Otto mengatakan, dugaan itu berasal dari fakta bahwa Kapal MV Ever Judger tengah berada di lokasi tersebut saat kejadian. Dugaan itu diperkuat usai polisi menyita kapal berbendera Panama tersebut dan mencekal nahkodanya.
Sebab, Pertamina telah lebih dulu melaporkan dugaan pengrusakan itu kepada Polda Kalimantan Timur pada 13 April 2018 silam. "Kami berpikir jika tidak ada indikasi awal, tidak mungkin ada penyitaan dan pencekalan,” ucapnya.
Adapun pemilik kapal tersebut adalah Judger Holding Company Limited yang bermarkas di British Virgin Island. Sementara, operator kapal itu adalah Fleet Management Ltd di Hongkong. Kedua markas pemilik yang berlokasi di luar negeri itu menyebabkan gugatan bisa dilakukan di Indonesia atau di negara yang bersangkutan.
Pada 13 Desember 2018, gugatan Pertamina resmi terdaftar ke pengadilan dengan nomor 976/Pdt.G/2018/PN JKT.SEL. Dalam petitum, Pertamina mengajukan meminta majelis hakim untuk menghukum kerugian materiil senilai Rp 1,59 triliun dan US$ 23,7 juta tersebut.
Selain itu, Pertamina juga meminta majelis hakim menghukum para tergugat secara tanggung renteng untuk membayar kerugian immateriil senilai Rp 3,1 triliun dan US$ 47,4 juta.
Gugatan Dikabulkan Sebagian