Lalu dalam putusannya, Otto menyebut majelis hakim menilai bahwa perbuatan Tergugat 1 tidak hanya bertentangan dengan kewajiban sebagai seorang nahkoda kapal. Akan tetapi, perbuatan ini juga melanggar hak keperdataan PT Pertamina yang secara subjektif dilindungi oleh ketentuan peraturan perundang-undangan untuk memiliki dan mengoperasikan pipa bawah laut (subsea pipeline).
Selain itu, Otto menyebut majelis hakim berpendapat ada hubungan hukum antara para tergugat. Sehingga perbuatan melawan hukum yang dilakukan Tergugat 1 bukan hanya tanggung jawabnya pribadi, melainkan juga tanggung jawab tergugat lain.
Walhasil, para tergugat diwajibkan secara tanggung renteng untuk membayar ganti rugi atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan Tergugat 1. Tapi dalam putusannya, kata Otto, majelis hakim mengabulkan gugatan Pertamina untuk sebagian.
Majelis hakim salah salah satunya tidak mengabulkan tuntutan kerugian immateriil senilai Rp 3,1 triliun dan US$ 47,4 juta. "Menolak gugatan penggugat untuk selain dan selebihnya," demikian bunyi putusan majelis hakim yang disampaikan Otto.
Tempo turut mengkonfirmasi putusan perkara ini kepada Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Suharno, tapi belum ada respons hingga berita ini diturunkan.
BACA: Pertamina dan Grab Sepakat Perkuat Ekosistem Kendaraan Listrik
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.