Pemerintah, kata Ridwan, telah beberapa kali mengingatkan para pengusaha batu bara untuk terus memenuhi komitmennya untuk memasok batubara ke PLN. Namun, realisasinya pasokan batu bara setiap bulan ke PLN di bawah kewajiban DMO.
Masalah ini terakumulasi dan di akhir tahun pembangkit PLN mengalami defisit pasokan batu bara. Menurut Ridwan, persediaan batubara yang aman di PLTU PLN adalah di atas 20 hari operasi.
Sehingga dari 5,1 juta metrik ton (MT) penugasan pemerintah, hingga tanggal 1 Januari 2022 hanya dipenuhi sebesar 35 ribu MT atau kurang dari 1 persen. “Jumlah ini tidak dapat memenuhi kebutuhan tiap PLTU yang ada. Bila tidak segera diambil langkah-langkah strategis maka akan terjadi pemadaman yang meluas," kata Ridwan.
Itulah sebabnya, RIdwan kemudian melarang ekspor batu bara selama sebulan ini dalam surat kepada perusahaan batu bara tertanggal 31 Desember. Kalau nanti pasokan batu bara untuk PLTU sudah terpenuhi, keran ekspor bisa dibuka lagi. "Kenapa semuanya dilarang ekspor? terpaksa dan ini sifatnya sementara,” kata dia.
Tapi dalam acara sosialisasi ini, Ridwan mengklaim pengusaha batu bara memahami dan mendukung larangan ekspor untuk menghindari pemadaman listrik tersebut. Namun, pengusaha batu bara juga meminta PLN memperbaiki mekanisme pengadaaan batu bara mereka agar semakin membaik.
Sehingga di saat yang bersamaan, Ridwan meminta PLN melakukan upaya dan langkah efisiensi dan kegiatan bisnis yang mendukung penyediaan tenaga listrik berkualitas dan andal. “Bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia," kata dia.
Tahun ini, target DMO sebenarnya mencapai 137,5 juta ton. Dari jumlah tersebut, pasokan untuk listrik merupakan yang paling utama yaitu 113 juta ton. Tapi hingga 21 Desember 2021, realisasinya baru 121,3 juta ton atau 88,2 persen dari total target 137,5 juta ton tersebut.
BACA: PLN Defisit Batu Bara, ESDM Sebut Listrik 10 Juta Pelanggan Terancam Padam