Rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06 persen juga melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6 - 6,8 persen dan rekomendasi IMF sebesar 7 - 10 persen. Kemudian rasio utang terhadap penerimaan tercatat sebesar 369 persen melampaui rekomendasi IDR sebesar 92 - 167 persen dan rekomendasi IMF sebesar 90 - 150 persen.
Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Riko Amir memastikan pemerintah sangat memperhatikan kenaikan utang tersebut.
Menurut dia, rasio utang ini akan terus dijaga dan diupayakan turun dalam beberapa tahun ke depan. Mulai dari 42,8 persen (2023), 42,48 persen (2024), dan 41,82 persen (2025). Sejalan dengan upaya menurunkan rasio utang, defisit APBN pun juga akan ditekan sesuai amanat UU Keuangan Negara yaitu maksimal 3 persen terhadap PDB.
Sebelumnya gara-gara pandemi, pemerintah diberi keleluasaan dalam UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 untuk memperlonggar defisit melebihi 3 persen selama tiga tahun (2020-2022). Sehingga, defisit 2020 langsung membengkak jadi 6,14 persen untuk menutupi besarnya biasa menangani pandemi.
Sejumlah upaya pun dilakukan demi menurunkan rasio utang dan defisit ini dalam beberapa tahun ke depan. Di antaranya yaitu dengan cara menurunkan nominal utang dan menaikkan produktivitas, sehingga PDB naik.
BISNIS | FAJAR PEBRIANTO
Baca: Arcandra Tahar Beberkan Upaya Cina Tekan Emisi dan Beralih ke Energi Terbarukan
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.