TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI Tulus Abadi menanggapi langkah pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau sebesar rata-rata 12 persen pada 2022. Menurut dia, kenaikan cukai rokok sebesar 12 persen adalah keniscayaan regulasi yang patut diapresiasi, apalagi disertai dengan simplikasi sistem cukai rokok.
Namun, ia mengingatkan bahwa pengendalian rokok dengan instrumen cukai harus disertai dengan upaya pengendalian dari sisi pemasaran. Sehingga, kebijakan pemerintah tersebut dapat efektif untuk mengendalikan konsumsi.
“Oleh karena itu, kami mendesak pemerintah agar melarang penjualan rokok secara ketengan, atau per batang (single stick sales)," kata Tulus dalam konferensi pers, Selasa, 14 Desember 2021.
Pasalnya, kata dia, penjualan rokok secara ketengan menjadi cara paling mudah bagi anak-anak dan remaja untuk membeli rokok. Seperti diketahui pemerintah kini tengah berupaya untuk menurunkan prevalensi merokok anak menjadi 8,7 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meyakini kenaikan tarif cukai rokok sebesar rata-rata 12 persen pada tahun depan akan menurunkan prevalensi merokok dewasa dari 33,2 persen menjadi 32,26 persen. Sementara prevalensi merokok anak turun dari 8,97 persen menjadi 8,83 persen.
Kenaikan tarif cukai hasil tembakau di 2022 itu pun diharapkan dapat menurunkan produksi rokok di Tanah Air sebesar tiga persen pada tahun depan. "Ekspektasi dengan kenaikan tarif ini produksi rokok akan turun dari 320 miliar batang jadi 310 miliar batang," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers, Senin, 13 Desember 2021.