TEMPO.CO, Jakarta - Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menemukan sejumlah potensi persoalan atau dampak negatif dari ketentuan di Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat Daerah atau UU HKPD yang berdampak terhadap pemerintah daerah dan pelaku usaha hingga investasi.
Direktur Eksekutif KPPOD, Arman Suparman mengatakan terdapat beberapa klausul yang berpotensi mengganggu iklim investasi, mengingat pengaturan terkait perpajakan daerah merupakan salah satu indikator dari tata kelola ekonomi daerah.
Salah satu yang disoroti adalah mengenai pengaturan beberapa pajak daerah, misalnya pajak barang dan jasa tertentu untuk tenaga listrik. Secara substansi, pengaturan PBJT tenaga listrik dalam UU ini telah sesuai dengan beberapa poin putusan Mahkamah Konstitusi.
Namun, penarikan pajak atas penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri mengindikasikan bahwa terdapat keterbatasan pemerintah dalam meyediakan infrastruktur dan penyediaakn tenaga listrik secara mandiri menandakan ada partisipasi masyarakat dalam perekonomian daerah.
“Dua hal ini perlu dipertimbangkan agar tetap memperhatikan keseimbangan dan melihat kontribusi pelaku usaha yang memiliki tenaga listrik yang dihasilkan sendiri terhadap perekonomian daerah”, kata Arman dalam konferensi pers, Senin, 13 Desember 2021.
KPPOD melihat bahwa penarikan pajak atas penggunaan listrik yang dihasilkan sendiri menimbulkan dampak ekonomi negatif. Selain itu, kenaikan persentase Pajak Bumi dan Bangunan untuk Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) juga berpotensi membebani pelaku usaha dan kelompok masyarakat tertentu.