“Setidaknya dibutuhkan dana sekitar Rp3.500 triliun untuk mendukung infrastruktur dan aktivitas ekonomi hijau dan ini artinya hampir separuh dari existing kredit perbankan kita sekarang,” ujar Yanti.
Jumlah dana tersebut, katanya, jika harus ditanggung perbankan untuk membiayai seluruh kebutuhan pendanaan transisi hijau selama 8 tahun ke depan, akan memberatkan kinerja perbankan, sehingga peluang investasi akan semakin besar.
Lebih lanjut ia menyampaikan bank sentral turut concern terhadap perubahan iklim karena kerusakan lingkungan dan perubahan iklim dapat menimbulkan risiko fisik dan risiko transisi.
Risiko fisik berupa gangguan produksi dan distribusi berimplikasi pada stabilitas moneter dan SSK, serta risiko transisi merupakan risiko yang muncul dalam menuju rendah karbon dan akibat menunda pencapaian rendah karbon dan risiko transisi berupa penurunan harga aset dan SSK, risiko eksternal, ketidakpastian suplai dan harga energi.
Adapun BI telah memiliki kerangka kebijakan keuangan hijau yang sejalan dengan tujuan ekonomi berkelanjutan dengan sistem keuangan yang stabil, tumbuh, inklusif dan hijau, yang terdiri dari empat pilar kebijakan, yakni penguatan kebijakan makroprudensial hijau, pendalaman pasar uang hijau, pengembangan ekonomi dan keuangan inklusif hijau, serta transformasi kelembagaan BI hijau.
BACA: Layanan Setor Tarik Bank Indonesia Tahun Ini Terakhir 27 Desember