Dari dalam negeri, Ibrahim melihat walaupun data internal cukup stabil, namun pemerintah dan Bank Indonesia (BI) terus memantau ketat pergerakan nilai tukar rupiah dalam beberapa hari terakhir yang terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Pelemahan ini murni dipengaruhi oleh faktor global, khususnya penyebaran varian baru covid-19 omicron dan kebijakan bank sentral AS (The Fed).
"Selain itu arah kebijakan bank sentral AS federal reserve (The Fed) yang cenderung hawkish, artinya ada kemungkinan tapering dipercepat dari rencana sebelumnya. Sebagai bentuk respons perekonomian dalam negeri AS," ujar Ibrahim.
Meski demikian, pelemahan nilai tukar rupiah masih terjaga dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. BI terus berada di pasar dan menjamin ketersediaan valuta asing untuk mencukupi kebutuhan investor. Sehingga, nilai tukar rupiah akan dijaga sesuai level fundamental.
Selain itu, Bank Indonesia terus berupaya untuk menstabilkan mata uang rupiah yang dalam bulan-bulan terakhir ini masih cukup stabil tidak jauh dari Rp 14.500 per dolar AS, mengendalikan inflasi dan melakukan koordinasi dengan Pemerintah termasuk OJK dan LPS untuk menentukan bauran kebijakan demi menjaga kedaulatan ekonomi.
Salah satu bauran kebijakan yang sudah di jalankan adalah penurunan suku bunga dan menjaga inflasi agar tetap rendah dan terkendali.
CAESAR AKBAR
BACA: Dibayangi Ketidakpastian Penyebaran Varian Omicron, Rupiah Diprediksi Melemah