TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia berkomitmen untuk menurunkan tingkat emisi yang ditargetkan pada 2030 atau lebih cepat. Oleh sebab itu, pemerintah sedang menargetkan penggunaan electric vechicle (EV)/kendaraan listrik, khususnya kendaraan motor secara menyeluruh pada tahun 2060.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan peningkatan permintaan global terhadap kendaraan listrik juga akan meningkatkan permintaan nikel. Pada 2020, permintaan nikel primer global diperkirakan sekitar 2.250 kilo ton. Sektor baterai diperkirakan akan menjadi penentu paling signifikan dari pertumbuhan permintaan nikel pada masa mendatang.
“Permintaan baterai meningkat seiring dengan pertumbuhan permintaan kendaraan listrik. Pada 2027 pasar baterai dunia akan mencapai 777 GWh. Sedangkan di Indonesia diperkirakan kebutuhan kapasitas baterai mencapai 9,8-11,9 GWh pada 2029-2030,” kata Luhut dalam keterangan tertulis, Rabu, 17 November 2021.
Pada 15 September 2021 lalu, Presiden Joko Widodo telah meresmikan peletakan batu pertama pembangunan pabrik baterai mobil listrik PT HKML Battery di Karawang. Pabrik ini memiliki kapasitas produksi tahap 1 sebanyak 1-GWh yang dapat memproduksi sekitar 150.000 buah baterai. Komponen baterai berasal dari NCMA (nikel, kobalt, mangan, dan alumunium) yang merupakan 90 persen dari nikel.
Luhut menyampaikan bahwa Indonesia berpotensi menjadi hub rantai pasok global untuk kendaraan elektrik karena memiliki potensi mineral yang besar. Nikel, bauksit, dan tembaga adalah mineral kunci untuk pengembangan kendaraan listrik di Indonesia.
“Perlu investasi yang komprehensif untuk ekosistem EV di Indonesia. Ekosistem EV sangat kompleks dan besar, terdiri dari ekosistem-ekosistem, seperti bahan baku, manufaktur, penyediaan infrastruktur charging, dan sebagainya,” kata Luhut.