“Pesawat ini telah diproduksi dengan mengedepankan TKDN, sehingga hasil karya dalam negeri ini tentu mendukung pengembangan konektivitas darat dan laut di indonesia,” kata Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi, Ayodhia G L Kalake.
Fleksibilitas yang dimiliki pesawat ini mampu mencakup darat, danau dan sungai besar, hingga teluk dan laut. Selain itu, amphiport atau airport untuk pesawat amphibi dapat dibangun dengan lebih mudah dan murah dibandingkan dengan airport pada umumnya.
Direktur Produksi PTDI Batara Silaban mengatakan pesawat ini mampu dimanfaatkan untuk berbagai sektor, seperti layanan pariwisata, layanan perjalanan dinas pemerintahan, perusahaan minyak dan gas, layanan kesehatan masyarakat, SAR dan penanggulangan bencana, serta pengawasan wilayah maritim.
Di Indonesia, potensi pasar terbesar berada di bidang pariwisata. Pesawat ini juga mampu mengakomodir Pulau-Pulau 3T (Terluar, Tertinggal, Terdepan) yang tersebar di Indonesia. “Jika sesuai dengan linimasa yang ada, pesawat ini diperkirakan dapat melaksanakan penerbangan pertamanya di tahun 2023,” kata Batara.
Pesawat ini memiliki kecepatan hingga 296 kilometer per jam pada ketinggian maksimal 10.000 kaki. Dengan beban 1.560 kilogram, pesawat mampu menempuh jarak hingga 231 kilometer.
Adapun untuk take-off dari ketinggian 35 kaki dari darat, pesawat N219 butuh jarak 500 meter, sedangkan dari air dibutuhkan jarak hingga 1.400 meter. Kemudian untuk landing dari ketinggian 50 kaki, ia membutuhkan jarak 590 meter untuk di darat, dan 760 meter untuk di laut.
Baca: PLN Rampungkan Proyek SUTET Pemalang-Mandirancan Senilai Rp 1,7 Triliun
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.