TEMPO.CO, Jakarta - PT Bio Farma (Persero) menarik keuntungan 10 persen saat memproduksi reagen, komponen terbesar yang menentukan harga tes PCR. Penjelasan ini disampaikan Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir saat menjelaskan struktur pembentuk harga dari reagen yang diproduksi oleh perusahaan.
"Tapi menurut kami struktur cost ini mungkin akan sedikit berbeda, tergantung dari lab nya masing-masing, dan juga dari bisnis model yang dilakukan," kata Honesti saat memenuhi panggilan rapat Komisi BUMN DPR di Jakarta, Selasa, 9 November.
Sebelumnya, polemik terjadi terkait tingginya harga PCR yang harus dibayarkan oleh masyarakat. Sehingga pada 27 Oktober, Kementerian Kesehatan mengumumkan harga tes PCR tertinggi di masyarakat Jawa Bali Rp 275 ribu dan luar Jawa Bali Rp 300 ribu.
Bio Farma pun saat ini merupakan salah satu produsen yang memasok kebutuhan reagen untuk tes PCR. Mereka sudah mengembangkan reagen dengan merek mBioCov-19 sejak 2020.
Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) pada produk ini yaitu 45 persen. Saat ini, Bio Farma telah memproduksi 2,4 juta tes (satuan kuantitas reagen) per bulan dan akan ditambah menjadi 5 juta test per bulan
Dalam dokumen yang dipaparkan Honesti saat rapat, berikut rincian komponen harga dari reagen yang diproduksi oleh Bio Farma:
- Biaya produksi dan bahan baku: 55 persen
- Biaya operasional: 16 persen
- Biaya distribusi (termasuk margin distribusi): 14 persen
- Royalti: 5 persen
- Margin Bio Farma: 10 persen
Sementara itu, harga dari reagen yang diproduksi Bio Farma pun berubah-ubah. Semula, Bio Farma memproduksi reagen berupa PCR Singleplex (BioCov) dengan harga Rp 325 ribu per tes. Sementara pada Oktober 2021, Bio Farma memproduksi reagen berupa PCR Multiplex (mBioCov) dengan harga Rp 90 ribu per tes.
Tak hanya reagen, Bio Farma pun juga memproduksi Viral Transport Medium dengan merek BioVTM. Ini merupakan media untuk menempatkan sampel yang diambil dari tenggorokan maupun hidung peserta tes PCR.
Produk ini pun sudah dibuat Bio Farma sejak Agustus 2020 menggunakan formula dari Pusat Pencegahan dan Pengawasan Penyakit (CDC) di Amerika Serikat. Adapun Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dari produk ini yaitu 18 persen. Saat ini, Bio Farma memproduksi 300 ribu tube per bulan, dan akan dinaikkan jadi 600 ribu per bulan.
Baca: Kaesang Pangarep Beli Saham Produsen Makanan Beku Berbasis Udang Rp 92 Miliar
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.