Selain itu, strategi efisiensi diterapkan dalam lini pendukung operasi perseroan sehingga beban usaha juga turun Rp 46,2 miliar pada 2021 dibandingkan dengan 2020, sehingga rugi usaha perseroan jauh membaik dari Rp 177 miliar menjadi Rp 108 miliar.
Salah satu lini bisnis perseroan yaitu Mobil Go yang bergerak pada penjualan mobil bekas eks armada Blue Bird, menunjukkan kinerja yang sangat baik. Laba atas penjualan aset naik sangat signifikan dari yang sebelumnya mencatat kerugian sebesar Rp 5,4 miliar menjadi laba sebesar Rp 48,6 miliar. Hal ini didorong dari peningkatan volume dan juga perbaikan di harga jual per unit.
Selain itu, ekspansi perseroan dari sisi teknologi dengan diluncurkannya MyBlueBird 5 dan juga kolaborasi dengan berbagai platform lain untuk booking channel dan payment channel taksi perseroan memberikan fleksibilitas lebih bagi customer dalam melakukan pemesanan dan pembayaran.
Posisi neraca dan kas perseroan pada kuartal III 2021 juga semakin kuat dibandingkan dengan tahun lalu. Posisi kas Blue Bird pada akhir September 2021 adalah Rp 739,9 miliar dibandingkan posisi kas 30 September 2020 yaitu sebesar Rp 730,9 miliar.
Debt to equity ratio per 30 September 2021 adalah 0,3x, yang menunjukkan posisi neraca yang sangat sehat dan perseroan masih memiliki ruang yang sangat lebar untuk melakukan ekspansi. Mulai April 2021, didukung oleh kondisi keuangan perseroan yang semakin membaik, perseroan telah mengakhiri masa relaksasi pembayaran pinjaman ke bank dan mulai melakukan pembayaran pokok pinjaman dengan normal.
Direktur Utama Blue Bird, Sigit Djokosoetono, mengungkapkan pembatasan mobilitas masyarakat adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari sebagai bagian dari strategi pemerintah dalam memerangi pandemi Covid-19 di negeri ini. Pandemi yang bermula pada 2020 dan berlanjut pada 2021 memberikan dampak tersendiri bagi sektor transportasi akibat dari berkurangnya mobilitas masyarakat.