TEMPO.CO, Jakarta - PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) menyebut semua pembangkit batu bara tidak bisa langsung digantikan dengan energi bersih, seperti pembangkit tenaga surya. Persoalannya ada pada Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik dan perangkat pembangkit surya yang masih diimpor.
Sebab, pembangkit tenaga surya menghasilkan BPP yang lebih besar ketimbang pembangkit batu bara. Semakin tinggi BPP, maka masyarakat akan menanggung tarif listrik yang lebih mahal.
Baca Juga:
"Belum pas harganya," kata kata Executive Vice President Perencanaan Sistem PLN Edwin Nugraha Putra dalam acara Tempo Energy Day, Kamis, 21 Oktober 2021.
Belum lagi, berbagai komponen pembangkit tenaga surya masih didominasi impor. Sehingga, PLN mengatur strategi agar pengembangan pembangkit tenaga surya di tanah air justru tidak membuat uang justru mengalir ke luar negeri untuk memenuhi impor.
Saat ini, PLN memprioritaskan pengembangan pembangkit tenaga surya di daerah terpencil yang masih ditopang pembangkit diesel. Di wilayah seperti ini, BPP yang dihasilkan pembangkit tenaga surya justru lebih rendah ketimbang diesel.
Sehingga, masyarakat pun bisa menerima tarif listrik yang lebih murah. "Harganya masih bisa bersaing," kata Edwin.
Pemerintah kini sedang mengejar target bauran energi bersih sebesar 23 persen dalam keseluruhan energi primer pada 2025. Salah satu yang sekarang dilakukan adalah mengurangi pembangkit batu bara.