Sementara itu, penurunan tajam stok minyak di Amerika Serikat dan negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) diperkirakan akan membuat pasokan global tetap ketat.
Analis pasar senior di OANDA, Edward Moya, menyebutkan ada tiga hal yang bisa menyetop reli harga minyak. "OPEC+ secara tak terduga meningkatkan produksi, cuaca hangat melanda Belahan Bumi Utara, dan jika pemerintahan Biden memanfaatkan cadangan minyak strategis," ucapnya.
Dari sisi suplai, perusahaan energi AS pada pekan ini menambah rig minyak dan gas alam selama enam minggu berturut-turut karena melonjaknya harga minyak mentah mendorong pengebor untuk kembali ke sumur.
Jumlah rig minyak dan gas AS, indikator awal produksi masa depan, tercatat naik 10 menjadi 543 rig dalam seminggu hingga 15 Oktober 2021, tertinggi sejak April 2020. Perusahaan jasa energi Baker Hughes Co mengatakan dalam pada Jumat kemarin bahwa Badan Energi Internasional (IEA) telah memprediksi krisis energi bakal memicu permintaan minyak sebesar 500.000 barel per hari (bph).
Dengan begitu, bakal tercipta kesenjangan pasokan sekitar 700.000 barel per hari hingga akhir tahun ini. Hal tersebut yang mendorong Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, bersama-sama disebut OPEC+, menggenjot lebih banyak pasokan, seperti yang direncanakan pada Januari 2021.
ANTARA
Baca: Wanda Hamidah Minta Agen Asuransi Tak Muluk-muluk Beri Janji: Harus Punya Empati
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.