TEMPO.CO, Jakarta -Pemerintah tawarkan konsep rental housing (rumah sewa) dalam bentuk rumah susun atau rusun kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk mengurangi kawasan kumuh di perkotaan.
Direktur Rumah Umum dan Komersial Ditjen Perumahan Kementerian PUPR Fitrah Nur mengatakan kawasan kumuh menjadi suatu masalah di perkotaan yang belum dapat terpecahkan. Dari data Badan Pusat Statistika (BPS), persentase rumah tangga kumuh di perkotaan tahun 2019 mencapai 13,86 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai 7,42 persen.
Kondisi kepemilikan rumah di perkotaan lebih rendah tetapi akses hunian layak lebih tinggi. Sebaliknya, kepemilikan rumah di perdesaan lebih tinggi tetapi akses hunian layak lebih rendah.
Menurutnya, faktor yang membuat rendahnya kepemilikan rumah di perkotaan antara lain harga lahan yang tidak terjangkau, tingginya angka urbanisasi yang menyebabkan kebutuhan rumah meningkat, dan penghasilan yang rendah. Lalu faktor lainnya yakni kemampuan APBN yang terbatas untuk membiayai rumah MBR dan keterbatasan lahan di perkotaan.
"Munculnya kawasan kumuh di perkotaan dikarenakan MBR mempengaruhi keberadaan kawasan permukiman kumuh karena penduduk tidak mampu membeli dan mendirikan bangunan yang layak. Sehingga mereka mendirikan hunian di lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya dan semakin lama dapat menurunkan kualitas hunian dan lingkungan yang mengakibatkan kawasan tersebut menjadi kumuh," ujarnya dalam Indonesia Housing Forum, Kamis, 14 Oktober 2021.
Berdasarkan laporan Final National Affordable Housing Program (NAHP), kebutuhan rumah di perkotaan sepanjang 2025 hingga 2050 sebesar 33,1 juta unit. Angka ini lebih cepat dari pertumbuhan kebutuhan rumah antara tahun 2000 hingga 2025 yang hanya 22,7 juta unit. Salah satu solusi yang dilakukan oleh pemerintah adalah menyediakan konsep rental housing dalam bentuk rusun kepada MBR.