Berikutnya, pada tahun 2019, ia mengambil sebagian keuntungan dari Alameda dan US$ 8 juta yang dikumpulkan dari beberapa perusahaan VC yang lebih kecil dan meluncurkan FTX. Dengan cepat, Bankman-Fried menjual sepotong ke Binance, pertukaran crypto terbesar di dunia berdasarkan volume, sekitar US$ 70 juta.
Bankman-Fried dan karyawannya lalu kemudian mencoba memikat para pedagang ke bursa baru mereka. Dia segera menemukan ceruk yang melayani investor yang lebih canggih yang ingin memperdagangkan derivatif.
Akhirnya, mereka cenderung melakukan banyak perdagangan secara substansial daripada rata-rata investor ritel. Hal ini mengarah lebih ke banyak biaya untuk FTX yang mengambil potongan antara 0,005 persen dan 0,07 persen dari setiap transaksi.
Dalam dua tahun melayani pedagang yang lebih canggih, FTX kemudian menjadi besar. Volume perdagangan derivatif harian rata-ratanya mencapai US$ 11,5 miliar atau Rp 163 triliun dan menjadikannya pertukaran derivatif terbesar keempat.
Kecepatan eksekusi Bankman-Fried tersebut telah menarik banyak perhatian investor. Walhasil, pada tahun 2020 dan tahun kini, FTX bisa menarik berbagai perusahaan modal ventura.
Bankman-Fried juga telah menggelontorkan ratusan juta dolar untuk pemasaran yakni US$ 210 juta untuk mencap logo FTX di liga esports terkemuka TSM, US$ 135 juta untuk mengubah citra arena Miami Heat dan US$ 17,5 juta untuk mengganti nama lapangan sepak bola UC Berkeley.
Tak berhenti di situ, Bankman-Fried juga ingin bergerak melampaui kripto. Tahun lalu, ia mengarahkan FTX ke pasar prediksi, yang memungkinkan para pedagang bertaruh pada hasil dari peristiwa dunia nyata seperti Super Bowl dan pemilihan presiden. Harapannya, suatu saat pelanggan dapat membeli dan menjual segala sesuatu mulai dari opsi panggilan Ethereum hingga saham Microsoft atau reksa dana di FTX.
Baca: Bitcoin Melejit ke Rp 781,6 Jutaan, Ada Andil George Soros?