TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri memprediksi utang pemerintah akan menyentuh Rp 8,11 kuadriliun di akhir tahun 2022. Melambungnya nilai utang itu dinilai bakal berdampak negatif pada pengalokasian anggaran sosial bagi rakyat yang membutuhkan.
“Jadi yang dikorbankan belanja sosial, yang dikorbankan yang esensial-esensial buat rakyat. Jadi sudah merongrong, sudah mencekik,” kata Faisal kepada Tempo di Menara Imperium, Jakarta Selatan, pada Rabu, 29 September 2021.
Ia pun mengkritisi pernyataan pemerintah yang kerap membandingkan debt to GDP ratio atau rasio utang terhadap PDB Indonesia yang jauh lebih rendah ketimbang negara lain seperti Jepang dan Singapura.
Per Agustus 2021 lalu, rasio utang terhadap PDB di Indonesia mencapai 40,85 persen. Sementara rasio utang terhadap PDB di Jepang dan Singapura masing-masing sebesar 247,6 persen dan 111,11 persen.
Meski begitu, kata Faisal, beban bayar bunga utang Singapura terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN-nya hanya sebesar 0,06 persen. Sebaliknya, beban bayar bunga utang Indonesia terhadap APBN terbilang tinggi yakni mencapai 19 persen, hampir seperlima pengeluaran pemerintah pusat.
“Jadi kalau ngutang, jangan dilihat besar utangnya aja. Tapi (berapa) bayar bunganya udah merongrong atau tidak,” tuturnya.