Lebih jauh Basilio menyebutkan Sunseap harus memenuhi tanggung jawabnya. "Mulai dari berbagai persyaratan sebagai importir/eksportir listrik, lisensi/perizinan, partisipasi dalam pasar grosir listrik internasional, hingga menyusun mekanisme komersial yang menguntungkan kedua pihak,” katanya.
Tak hanya itu, Kementerian ESDM, Kementerian PUPR, PLN, serta pemerintah daerah diharapkan telah memiliki sistem bisnis mumpuni. Tujuannya agar dapat mempercepat pembangunan pembangkit listrik berbasis EBT.
Selain itu, isu-isu seperti land clearance dan luasan permukaan waduk harus diterapkan berdasar pada perundangan saat ini. Masalah itu harus terlebih dulu diselesaikan untuk menjadi lokasi proyek.
Ia berharap Indonesia semakin siap bersaing dalam pasar ekspor listrik terbesar di kawasan Asia Tenggara. Pasokan listrik lain, menurut dia, dapat dibangun di seluruh wilayah di Indonesia, seperti di Sumatera dan Nusa Tenggara. Seluruh kementerian dan lembaga juga diharapkan bisa mendukung investasi murni yang tidak menggunakan APBN itu.
Sementara itu, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya menyebutkan potensi tenaga surya Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk kedaulatan energi sangat besar. “Sebagai bagian dari Program Strategis Nasional ESDM, kami mencermati regulasi kedua negara terkait pemenuhan listrik dalam negeri sebelum di ekspor,” katanya.
Direktur Mega Proyek PT PLN (Persero) Wiluyo Kusdwiharto menambahkan, Indonesia perlu memaksimalkan kebutuhan permintaan listrik. Apalagi pasar ekspor merupakan salah satu bisnis menjanjikan. “Pasar (listrik) ekspor begitu besar sehingga kita harus terlibat di dalamnya. Kita perlu siapkan aspek teknis dan mekanisme bisnisnya,” tuturnya.
BISNIS
Baca: Utang Pemerintah Naik jadi Rp 6.625 Triliun, Rasionya terhadap PDB 40,85 Persen