Berikutnya, ada 5,8 juta non Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang tidak padan dengan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil). Kelompok ini dapat diusulkan kembali apabila sudah diperbaiki dan sinkron dengan data Dukcapil.
Lalu, ada juga non DTKS yang padan dengan dukcapil tapi harus diverifikasi ulang di daerah. Jumlah totalnya sebanyak 12,6 juta. Terakhir, ada DTKS sejumlah 74,4 juta yang memang jadi penerima tetap iuran pemerintah di BPJS Kesehatan.
Maka, Risma pun akhirnya menerbitkan Kepmensos Nomor 92/HUK/2021 pada 15 September 2021. Lewat beleid itu, Risma menetapkan 74,4 juta DTKS sebagai orang miskin yang tetap menerima bantuan iuran pemerintah.
Lalu, 12,6 juta non-DTKS akan diverifikasi ulang oleh pemerintah daerah. Sehingga, jumlah orang miskin penerima bantuan iuran sekarang turun jadi 87 juta. Karena kuota nasional berjumlah 96,8 juta, maka terjadi kekosongan 9,7 juta lebih dengan keputusan Risma ini.
Kekosongan 9,7 juta lebih inilah yang menuai protes dari BPJS Watch. Akan tetapi, kata Risma, kekosongan 9,7 juta ini disiapkan sebagai jatah bagi calon penerima baru.
Di dalamnya ada penerima subsidi iuran BPJS Kesehatan baru berdasarkan hasil perbaikan daerah, usulan baru daerah, bayi baru lahir dari ibu penerima bantuan, pekerja 6 bulan yang setelah PHK. Hingga yang terakhir adalah korban bencana.
Baca: Setelah Jeblok, Bitcoin Perlahan Menguat ke Rp 630 Juta Usai Tindakan Keras Cina