TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pelaksanaan desentralisasi fiskal masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah belum optimalnya pemanfaatan dana transfer ke daerah dan dana desa alias TKDD dalam mendorong pembangunan di daerah. Padahal, 70 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah berasal dari TKDD.
"Sebagian besar dari TKDD itu, DAU (dana alokasi umum) memiliki korelasi yang cenderung positif terhadap belanja pegawai. Jadi makin besar DAU-nya, semakin habis untuk pegawai," kata Sri Mulyani dalam rapat bersama Komisi Keuangan DPR, Senin, 13 September 2021.
Di sisi lain, dana alokasi khusus atau DAK yang nominalnya lebih kecil dari DAU justru memiliki korelasi terhadap belanja modal. Artinya, kata Sri Mulyani, belanja modal daerah sangat bergantung kepada transfer pusat.
"Yang bergantung dari DAK dan bukan DAU. Karena DAU-nya lebih banyak dipakai untuk pegawai," tutur dia.
Dengan demikian, ia mengatakan telah terjadi fenomena crowding out, yaitu ketika Pemerintah Daerah menggunakan DAK sebagai sumber utama belanja produktif. Padahal, esensi DAK adalah sebagai pelengkap dan penunjang dari dana keseluruhan TKDD maupun APBD.
Di sisi lain, Sri Mulyani menyoroti minimnya kemampuan daerah dalam memperoleh pendapatan asli daerah atau PAD. Dalam tiga tahun terakhir ini, porsi PAD dalam APBD masih berkisar 24,7 persen.
Sementara itu, belanja daerah pun belum terfokus. Hal tersebut terlihat dari jenis program di daerah yang jumlahnya bisa mencapai 29.623 program. Kalau dipecah menjadi kegiatan, maka jumlahnya bisa menjadi 263.135 kegiatan.
"Ini yang disebut diecer-ecer seperti ini. Pokoknya kecil-kecil semuanya dapat tanpa memikirkan pengeluaran itu akhirnya bisa menghasilkan output dan outcome," kata Sri Mulyani.
CAESAR AKBAR
Baca juga: Ajukan RUU HKPD, Sri Mulyani: Meminimalkan Ketimpangan