Dalam bermain sepak bola, tambah dia, 11 orang pada satu tim harus terorganisir dengan baik yang tujuannya untuk menciptakan Gol (tujuan). Hal serupa juga terjadi pada organisasi yang memiliki goal (tujuan) yang ingin dicapai bersama.
"Baik dalam sepak bola ataupun organisasi yang profit oriented seperti BRI, juga terdapat kerja sama, hingga mekanisme pengambilan keputusan agar bisa menciptakan hasil. Itu (sepak bola) menurut saya baik untuk saya jadikan modelling untuk melakukan strategi di organisasi," tuturnya.
Sebagai CEO, Sunarso ikut menyinggung strategic management dalam dunia sepak bola maupun dalam korporasi besar seperti BRI, yang berkaca dari visi Jepang yang ingin menjadi juara dunia sepak bola pada 2050.
Untuk itu, jika pemain sepak bola berada pada masa produktifnya pada usia 25 tahun, artinya pemain-pemain yang dirancang untuk menjadi juara dunia tersebut saat ini belum dilahirkan.
Dari contoh itu, menurut Sunarso, menjadi juara dunia memerlukan visi yang harus dibangun dan dipersiapkan sejak jauh-jauh hari. Pembangunan dan persiapan dalam menggapai visi juara tersebut, lanjut dia, akan terkait dengan proses pembentukan fisik, karakter, keterampilan, hingga tingkat kecerdasan pemain.
Hal serupa juga harus dimiliki perusahaan besar seperti BRI, sehingga manajemen saat ini harus merancang visi atau road map sematang mungkin untuk menentukan keberlanjutan dan meraih keberhasilan di masa depan.
Sunarso mengambil contoh lain yang terjadi di dunia sepak bola dan bisa diaplikasikan dalam perseroan, berkaca dari persaingan dua klub sepakbola besar di La Liga Spanyol, Real Madrid dan Barcelona.