Dalam kondisi tidak bisa lagi memenuhi kewajibannya, kata Bhima, PKPU harus dibuka. Karena melalui PKPU ini akan menjadi transparan berapa aset riil perusahaan, bagaimana kinerja keuangannya, hingga memungkinkan atau tidak dilakukan semacam kesepakatan bersama.
"Kalau kesepakatan bersama tidak bisa, maka masuk ke dalam proses kepailitan. Walaupun proses kepailitan membutuhkan waktu yang lama, tapi setidaknya itu bagi kreditur akan mendapatkan haknya," ujar Bhima.
Ia pun menegaskan naiknya jumlah PKPU dan kepailitan dalam situasi krisis adalah hal yang wajar. Apalagi kondisi serupa juga terjadi di negara lain. Sehingga, ia pun tak sepakat dengan adanya usulan moratorium PKPU dan kepailitan tersebut.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo, Hariyadi Sukamdani, mengatakan permasalahan kepailitan dan PKPU menjadi persoalan yang kini dihadapi dunia usaha.
"Kami menghadapi problem, karena sekarang mulai terjadi gelombang pengajuan PKPU dan kepailitan yang sudah menunjukkan gejala kurang sehat," ujar Hariyadi dalam sebuah diskusi virtual, Selasa, 24 Agustus 2021.
Sejalan dengan itu, Hariyadi mendengar bahwa pemerintah berencana mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perpu mengenai moratorium PKPU dan kepailitan.
Atas rencana tersebut, kata Hariyadi, Apindo menilai beleid tersebut sangat diperlukan. Ia pun mendukung penuh rencana itu. "Kami memang dalam kondisi sulit, kami harap moratorium bisa mengikuti apa yang ada di usulan kami kepada OJK, yaitu moratorium sampai 2025," ujar Hariyadi.
Baca Juga: Pemerintah Disarankan Perketat Syarat Permohonan PKPU dan Kepailitan