TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi resmi mengubah ketentuan soal distribusi hingga harga jual eceran minyak tanah, solar dan premium atau harga BBM. Ketentuan baru ini diteken oleh kepala negara pada 3 Agustus 2021 dan diundangkan di hari yang sama.
"Peraturan Presiden (Perpres) ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan," demikian tertuang dalam beleid baru tersebut, yaitu Perpres 69 Tahun 2021 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Eceran BBM.
Tempo merangkum sejumlah informasi terbaru terkait dengan revisi aturan ini, berikut di antaranya:
1. Revisi soal Badan Usaha Distributor
Di aturan lama yaitu Pasal 8, penyediaan dan distribusi BBM Tertentu seperti minyak tanah (Kerosene) dan solar (Gas Oil), maupun BBM Khusus Penugasan (Premium) bisa dilakakukan badan usaha. Caranya bisa lewat penunjukan langsung atau seleksi.
Di aturan baru, beleid ini tidak berubah. Tapi ada tambahan lima ayat pada Pasal 8A, di mana penunjukan langsung bisa diberikan kepada anak perusahaan dari badan usaha tersebut. Syaratnya kepemilikan saham badan usaha induk lebih dari 50 persen dan punya Izin Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi.
2. Revisi soal Komponen Harga
Di aturan lama yaitu Pasal 14, menteri menetapkan harga indeks pasar, harga dasar, dan harga jual minyak tanah, solar, dan premium. Komponen harga dasar yaitu biaya perolehan, biaya distribusi, biaya penyimpanan, dan margin.
Lalu, harga jual eceran minyak tanah adalah nominal tetap yang sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sementara, komponen harga jual solar harga dasar ditambah PPN dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), kurangi subsidi.
Lalu untuk premium, tidak ada ketentuan rinci soal formula harga jual. Beleid ini hanya menyebutkan penetapan harga jual eceran premium, termasuk juga minyak tanah dan solat, dilakukan dalam rapat koordinasi.