Pemerintah, kata dia, seharusnya mengatasi pandemi Covid-19 terlebih dahulu. Jika pandemi berhasil diatasi, lanjutnya, maka pemulihan ekonomi akan lebih mudah.
"Pandemi telah membuka 'kotak Pandora' yang ternyata membuktikan bahwa struktur ekonomi Indonesia memang rapuh," katanya.
Selanjutnya, dia mengatakan mayoritas penduduk masih tidak merasa aman di mana ketimpangan cenderung meningkat. Bukan itu saja, value exraction kian dominan ketimbang value creation. Hal itu menyebabkan pertumbuhan produktivitas (total factor productivity) melambat bahkan mengalami penurunan.
Menurutnya, detak jantung ekonomi Indonesia semakin melemah. Dia mengatakan sejak sebelum pandemi Covid-19 melanda memang sudah lemah dan saat ini semakin melemah. Perbankan yang mengalami kondisi krisis dan belum mencapai pemulihan.
Saat ini, dia menilai perbankan tidak pernah lagi jadi agent of development. Dengan kredit perbankan yang lemah, pemerintah justru mengundang investasi seperti smelter yang 90 persen untungnya jelas mengalir ke Cina.
Adapun pada 6 Agustus lalu, OJK memaparkan intermediasi perbankan menunjukkan peningkatan dengan risiko kredit yang terjaga. Kredit perbankan pada bulan Juni 2021 meningkat sebesar Rp 67,39 triliun dari bulan sebelumnya, tumbuh positif 0,59 persen (yoy) atau 1,83 persen (ytd), meneruskan tren perbaikan dalam kuartal terakhir, disertai tingkat suku bunga kredit dengan tren menurun 43 basis poin dibandingkan dengan Maret 2021.
Kondisi ini sejalan dengan peningkatan kinerja ekonomi di triwulan II 2021. Dana Pihak Ketiga (DPK) masih mencatatkan pertumbuhan double digit sebesar 11,28 persen (yoy), seiring dengan kebijakan yang akomodatif di bidang fiskal dan quantitative easing di bidang moneter. Suku bunga deposito 1 bulan juga mengalami tren yang menurun dari 3,74 persen pada Maret 2021 menjadi 3,47 persen pada Juni 2021.