“Makanya mereka berbondong-bondong datang. Kalau pabrik tetap di Cina, mereka beli dengan harga US$ 100 per ton atau kilogram, kalau pindah ke Indonesia bisa dapat US$ 25-35 saja,” ujar Faisal.
Sesampainya di Cina, nikel setengah jadi akan diolah lebih lanjut menjadi produk sendok, garpu, pisau, atau lembaran baja yang tahan karat dengan kualitas tinggi. Setelah menjadi produk-produk tersebut, Indonesia kembali mengimpornya dari Cina.
Cerita serupa telah diungkapkan Faisal di situs Faisalbasri.com beberapa waktu lalu. Ia menduga industri nikel hanya menjadi sarang bagi praktik pemburuan rente besar-besaran.
“Belum ada sama sekali pijakan untuk mengembangkan bijih nikel menjadi bahan utama untuk baterai lithium. Belum ada rute menuju ke sana. Indonesia sejauh ini hanya dimanfaatkan sebagai penopang industrialisasi di Cina dengan ongkos sangat murah dibandingkan kalau kegiatan serupa dilakukan di Cina,” kata Faisal Basri dikutip dari tulisannya.
Baca: Soal TKA Cina Masuk RI, Faisal Basri: Bukan Hanya Tenaga Ahli, tapi juga Buruh