Arya mengatakan, hal ini terkait pengiriman. Pertama, produk itu harus naik bus atau truk khusus yang dilengkapi pendingin untuk menjaga suhunya dan sebagainya supaya tidak terganggu kualitasnya. Masalahnya, setelah dikirim ke satu provinsi, vaksin langsung disebar ke semua kabupaten sesuai proporsi jumlah penduduk. Ketika dikirim, ada yang terserap cepat, ada yang lambat.
“Yang terserap cepat ini minta lagi. Nah yang butuh waktu lagi untuk pengiriman. Kadang juga kita mempertanyakan provinsi A masih banyak vaksinnya, kok ada yang lain yang kurang. Ya itu, karena ada yang serapannya cepat, ada yang lambat,” ucap Arya.
Sementara itu, vaksin dari daerah yang serapannya lambat tidak bisa dengan mudah ditarik kembali dan dialihkan ke daerah yang serapan vaksinnya cepat. Sebab, vaksin sudah menyebar sampai level puskesmas.
Arya mencontohkan, di satu kecamatan di satu provinsi telah tersedia 500 ribu dosis vaksin dan warga yang divaksin baru 300 ribu. Lalu muncul pertanyaan, kemana 200 ribu dosis vaksin lainnya dan kenapa ada kecamatan lain yang meminta vaksin.
Menurut Arya, hal itu terjadi karena vaksin sudah disebar merata sesuai jumlah penduduk, tapi proses penyuntikannya ada yang agak lama. Oleh karena itu, ada daerah yang mengaku kekurangan vaksin Covid-19. Ada juga vaksin yang sudah sampai di puskesmas tapi tidak ada warga ada yang mau disuntik. "Itu tercatat sebagai belum dipakai,” tuturnya.
Yang pasti, kata dia, masyarakat tidak perlu khawatir ketersediaan vaksin karena distribusi juga sudah digenjot Kemenkes. Sayangnya, tanggung jawab pemerintah pusat hanya sampai antar ke provinsi. Setelah itu, tanggungjawabnya pindah ke Gubernur, Bupati, Pemda.
Berikutnya, kata Arya, temuan bahwa warga yang memakai KTP beda domisili dan tidak bisa mendapat vaksin Covid-19, bisa jadi karena beberapa fasilitas kesehatan khawatir jika vaksin diberikan ke penduduk daerah lain, maka vaksin untuk penduduk setempat bisa kurang. “Ini kebijakan di level bawahnya. Kebijakannya sih dari pusat, siapa pun boleh datang. Yang penting, yang mau divaksin ada, vaksinnya ada, yang nyuntik ada."
BISNIS
Baca: Menkes: Pasien Covid-19 Bergejala dengan Saturasi Oksigen di Bawah 94 Harus Dirawat