TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tren berkembangnya cryptocurrency atau mata uang digital masih terus digodok oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) hingga forum dunia. Isu ini dirembuk dalam pertemuan bank sentral berbagai negara serta persamuhan para anggota G20.
“Kalau kita lihat kayak Elon Musk, currency-nya boleh membeli saham Tesla dan lain-lain atau sempat Facebook dan digital Company di Amerika Serikat mau buat currency sendiri, itu dianggap ancaman bagi currency fisik yang dimiliki suatu negara. Otoritas (membahas) dari sisi bagaimana mengatur jumlah uang beredar,” ujar Sri Mulyani dalam webinar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Selasa, 15 Juni 2021.
Kemunculan mata uang digital dianggap mengancam keberadaan mata uang fisik dari sisi pengaturan jumlah uang yang beredar. Implikasinya bagi dinamika ekonomi pun masih terus dipikirkan, apakah bisa menimbulkan lonjakan inflasi hingga asset bubble.
Menurut Sri Mulyani, sejumlah negara sejatinya telah melakukan uji coba kebijakan atau piloting menyusul maraknya peredaran uang kripto. Salah satunya Cina. Beberapa daerah di Negeri Tirai Bambu tersebut mengubah transaksi fisik menjadi digital dan mengukur dampaknya terhadap perekonomian. Ia memastikan uji coba hanya meliputi wilayah tertentu dan tidak berlaku secara luas di seluruh Cina.
Ia melanjutkan tren peredaran mata uang kripto ini harus segera dirembuk karena ke depan, kompetisi serupa mungkin akan terus muncul. Apalagi, peredaran mata uang digital ini diatur sendiri secara individual, tidak melalui bank sentral.
“Persoalannya adalah setiap negara yang berkedaulatan menetapkan bank sentral sebagai penguasa atau yang memiliki power dari negara untuk mengatur currency,” ujar Sri Mulyani.
Baca Juga: Sri Mulyani: Mudah-mudahan Pemulihan Fiskal Berjalan, Tidak Diinterupsi Covid-19