TEMPO.CO, Jakarta – PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk telah memangkas jumlah karyawannya hingga lebih dari 20 persen sejak pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia. Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan langkah itu merupakan bentuk efisiensi yang dilakukan perusahaan untuk menekan beban operasional.
“Kami sudah lepas dari 20 persen lebih karyawan. Ada yang pensiun dini, ada yang kontraknya dipercepat. Apa yang dia harus mereka dapatkan sampai kontrak berakhir, ya kami bayar,” ujar Irfan saat ditemui di kantornya, kompleks Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jumat, 4 Juni 2021.
Pada 2020, Garuda Indonesia telah menawarkan opsi pensiun dini tahap pertama. Sekitar 600 orang mengambil tawaran tersebut hingga akhir tahun. Tak sampai di situ, Garuda juga memangkas sekitar 700 karyawan kontrak dengan mempercepat masa kerjanya.
Jumlah karyawan emiten berkode GIAA ini per Juni 2021 pun menyusut tinggal 5.400 orang. Padalah pada 31 Desember 2019, jumlah pegawai Garuda Indonesia tercatat sebanyak 7.878 orang. Sedangkan jumlah pegawai total Garuda Indonesia Group, termasuk anak perusahaan, kala itu mencapai 15.623 orang.
Dari total pekerja saat ini, perusahaan masih akan mengurangi dengan membuka kembali opsi pensiun dini. Program pensiun dini ditawarkan sejalan dengan rencana perusahaan memangkas jumlah pesawat sebesar 50 persen dari sekitar 140 unit menjadi 70 unit.
Untuk karyawan non-profesi atau di luar pilot dan awak kabin yang mengambil program pensiun dini, Garuda masih akan membuka kesempatan kerja dengan skema kontrak lepas tanpa gaji pokok dan komitmen. Karyawan lepas akan dibayar dengan hitungan per jam.
Kinerja keuangan maskapai penerbangan Garuda Indonesia pada kuartal II 2021 memang semakin babak belur. Seperti paparan Kementerian BUMN di DPR Kamis lalu, 3 Juni, Garuda menanggung rugi sampai US$ 100 juta setiap bulan. Musababnya, perseroan harus mengeluarkan biaya US$ 150 juta, padahal pendapatannya hanya US$ 50 juta. Utang Garuda, termasuk kepada lessor untuk sewa pesawat, pun membengkak hingga Rp 70 triliun.
“Jadi yang kami lakukan itu (efisiensi) sambil menjaga dari sisi cost. Cost kami saat ini ada empat, yaitu avtur, maintenance, sewa pesawat, dan SDM,” ujar Irfan.
Federasi Pilot Indonesia meminta manajemen Garuda Indonesia tidak beh merugikan karyawan saat mengambil kebijakan memangkas karyawan, termasuk pensiun dini. Presiden Federasi Pilot Indonesia Ali Nahdi mengatakan manajemen harus mempertimbangkan pelbagai solusi yang menguntungkan kedua pihak.
"Federasi menjembatani dan memberikan solusi yang sama-sama menguntungkan, tidak dipaksakan, jangan sampai merugikan yang lain dan kami mengharapkan adanya jalan ke luar terbaik sehingga Garuda dapat terbang tinggi,” katanya.