Lonjakan permintaan tersebut adalah yang tertinggi sejak musim panas 2019. Sementara stok minyak mentah AS diperkirakan turun 2,1 juta barel pekan lalu, menurut jajak pendapat awal Reuters. Harga minyak juga didorong oleh data Cina yang menunjukkan bahwa aktivitas pabrik negara itu tumbuh pada laju tercepat tahun ini pada Mei.
Meski begitu, di saat yang sama ada ekspektasi bahwa akan lebih banyak hasil produksi yang mencapai pasar. Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang secara kolektif dikenal sebagai OPEC+, telah sepakat untuk melanjutkan pelonggaran pembatasan pasokan secara perlahan dalam pertemuan mereka pada Selasa kemarin.
Sumber OPEC mengatakan, saat para produsen menyeimbangkan pemulihan permintaan, ada kemungkinan peningkatan pasokan dari Iran. "Kesepakatan dengan Iran sangat berubah-ubah tentang apakah negara itu akan melakukan atau tidak, yang membuat pasar tegang," kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC di New York.
OPEC+ memutuskan pada April lalu untuk mengembalikan 2,1 juta barel per hari (bph) pasokan ke pasar dari Mei hingga Juli. Dengan begitu pasokan minyak ini diharapkan bisa mengantisipasi meningkatnya permintaan global dan pada akhirnya mempengaruhi pergerakan harga minyak, meskipun jumlah kasus virus Corona di India--konsumen minyak terbesar ketiga di dunia--sangat tinggi.
ANTARA
Baca: Arcandra Prediksi Banyak Perusahaan Migas Merger dan Akuisisi Pasca-Pandemi