Menurutnya, naik-turun harga Bitcoin telah diperkirakan sebelumnya. “Kami melihat ada dinamika dari berita dari Cina, jadi tidak mengejutkan saya bahwa segala sesuatunya tetap tidak stabil,” katanya, seperti dikutip Bisnis, Rabu.
Sebagai rumah bagi sebagian besar penambang kripto dunia, Cina telah lama menyatakan ketidaksenangan dengan anonimitas yang diberikan oleh Bitcoin dan token kripto lainnya.
Pukulan terbaru dari pemerintah Cina datang minggu lalu ketika negara tersebut mengulangi peringatan bahwa mereka bermaksud untuk menindak penambangan cryptocurrency sebagai bagian dari upaya untuk mengendalikan risiko keuangan.
Founder Sundial Capital Research Inc. Jason Goepfert mengatakan, jika melihat data secara historis, berakhirnya keperkasaan Bitcoin di atas rata-rata harga selama 200 hari ke belakang yang diikuti volatilitas yang sangat tinggi bukanlah sinyal yang positif. “Jika kita melihat sejarahnya, jelas ini bukanlah pertanda baik,” ujar dia.
Bitcoin saat ini berada sekitar US$ 25 ribu lebih rendah dari rekor tertingginya yang ditembus pada April lalu, yakni hampir US$ 65 ribu. Adapun lebih dari 7.000 token yang dilacak oleh CoinGecko nilainya susut US$ 700 miliar lebih menjadi sekitar US$ 1,8 triliun.
Akan tetapi, jika ditarik dalam rentang waktu yang lebih jauh, mata uang kripto masih membukukan pertumbuhan signifikan. Tercatat, Bitcoin telah naik 358 persen sejak tahun lalu, kemudian Ethereum tumbuh setidaknya 1.300 persen dan Dogecoin sekitar 14.000 persen.
BISNIS
Baca juga: Bitcoin Kembali Menuju USD 40 Ribu, Sinyal Positif Aset Kripto?